YERUSALEM (Arrahmah.com) – Turki pada Ahad (6/9/2020) mendesak Kosovo agar tidak membuka kedutaan besar di Yerusalem, dengan mengatakan hal itu akan merusak resolusi PBB dan merugikan perjuangan Palestina, lapor Anadolu Agency.
“Kami menyerukan kepada kepemimpinan Kosovo untuk mematuhi keputusan [PBB] ini untuk menahan diri dari langkah-langkah yang akan merusak status historis dan hukum Yerusalem dan juga dapat mencegah Kosovo untuk diakui oleh negara-negara lain di masa depan,” Kementerian mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Pernyataan tersebut mengutip berbagai resolusi PBB yang menekankan bahwa masalah Palestina hanya dapat diselesaikan dengan negara Palestina yang merdeka, berdaulat, dan bersebelahan secara geografis, dengan ibukotanya di Yerusalem Timur, berdasarkan perbatasan sebelum tahun 1967.
Pada Sabtu, Presiden Kosovar Hashim Thaci mentwit:
Saya menyambut baik pengumuman PM “Israel” [Benjamin] Netanyahu tentang niat tulus untuk mengakui Kosovo dan menjalin hubungan diplomatik. Kosovo akan menepati janjinya untuk menempatkan misi diplomatiknya di Yerusalem.
Juga di Twitter, Perdana Menteri Abdullah Hoti membuat janji yang sama.
Turki mengatakan “mengecewakan” bahwa negara mayoritas Muslim mempertimbangkan langkah seperti itu, yang akan “jelas merupakan pelanggaran hukum internasional.”
Turki, salah satu negara pertama yang mengakui Kosovo pada 2008, telah memberikan dukungan sepenuh hati untuk pengakuan internasional Kosovo, tambah pernyataan itu.
“Namun, kami merasa tidak benar untuk membangun proses ini melawan hukum internasional dan terutama pada penderitaan rakyat Palestina, yang tanahnya sedang diduduki,” tambah pernyataan itu.
Tanggapan Turki datang setelah para pemimpin Serbia dan Kosovo bertemu pekan lalu dalam dialog yang disponsori AS di Washington di mana mereka mencapai tonggak bersejarah – setuju untuk menormalkan hubungan ekonomi.
Serbia dan Kosovo menandatangani perjanjian terpisah dengan AS di mana Serbia setuju untuk memindahkan kedutaannya ke Yerusalem. Kosovo dan “Israel” juga sepakat untuk menormalisasi hubungan dan menjalin hubungan diplomatik.
(fath/arrahmah.com)