ANKARA (Arrahmah.com) – Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu telah menyuarakan keprihatinan atas tuduhan penganiayaan terhadap Uighur dan Muslim lainnya di wilayah Xinjiang dan menyerukan Beijing untuk melindungi kebebasan beragama di sana, lansir Al Jazeera pada Senin (25/2/2019).
Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa membuka sesi empat pekan tahunan pada Senin (25/2/2019) ketika negara-negara Barat meminta ke Turki dan anggota lain dari Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk menyoroti apa yang Cina sebut fasilitas “pendidikan dan pelatihan” di Xinjiang.
Para pakar dan aktivis PBB mengatakan kamp-kamp itu menampung satu juta warga Uighur, yang berbicara bahasa Turki, dan minoritas Muslim lainnya. Cina membantah tuduhan penganiayaan dan menganggap kritik di dalam dewan PBB sebagai campur tangan dalam kedaulatannya.
Dalam sambutannya, Cavusoglu tidak secara khusus menyebutkan kamp penahanan massal di wilayah barat terpencil Cina.
Namun, ia mengatakan kepada forum Jenewa bahwa laporan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Uighur dan Muslim lainnya di Xinjiang menjadi alasan serius.
Perbedaan harus dibuat antara “teroris dan orang tak bersalah”, kata Cavusoglu.
“Dan saya harus menggarisbawahi bahwa kami mendukung kebijakan Cina.”
Dia merujuk pada sikap Cina bahwa negara itu meliputi Taiwan dan daerah otonom, termasuk Xinjiang dan Tibet.
“Kami mendorong otoritas Cina dan berharap bahwa hak asasi manusia universal, termasuk kebebasan beragama, dihormati dan perlindungan penuh terhadap identitas budaya Uighur dan Muslim lainnya dijamin,” kata Cavusoglu.
Cina, anggota Dewan Hak Asasi Manusia yang beranggotakan 47 orang, tidak segera menanggapi pernyataan menteri luar negeri Turki itu, tetapi delegasi akan bebas untuk menjawab nanti dalam sesi tersebut.
“Upaya kontraterorisme dan deradikalisasi Beijing di Xinjiang harus mendapat tepuk tangan karena telah menciptakan metode baru untuk mengatasi masalah ini,” klaim seorang diplomat senior Cina kepada utusan asing pekan lalu.
(fath/arrahmah.com)