ANKARA (Arrahmah.com) – Amerika Serikat perlu memainkan peran yang lebih aktif di Libya, baik dalam mencapai gencatan senjata maupun dalam pembicaraan politik, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan pada hari Kamis (11/6/2020).
Keterlibatan Amerika Serikat di Libya, sekutu NATO, penting untuk melindungi kepentingan aliansi, kata Cavusoglu dalam sebuah wawancara dengan penyiar NTV.
Para pejabat Turki dan AS akan membahas langkah-langkah yang mungkin dilakukan terhadap Libya, karena Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan mitranya dari AS Donald Trump menyetujui dalam suatu panggilan telepon pada hari Senin (8/6), ia menambahkan.
“Hanya gencatan senjata abadi di bawah naungan PBB yang dapat diterima,” tegasnya, menolak proposal gencatan senjata oleh Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi.
Trump juga membahas Libya dengan Sisi pada hari Rabu (10/6), termasuk cara untuk melanjutkan pembicaraan gencatan senjata PBB dan keberangkatan semua pasukan asing dari negara itu.
Turki mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) pimpinan Fayez al-Serraj, yang terlibat dalam bentrokan yang berkelanjutan dengan Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Marshal Khalifa Haftar.
Haftar akan “pasti hilang” jika dia kehilangan dukungan, Menteri Pertahanan Turki mengungkapkan pada hari Rabu (10/6), membenarkan kehadiran militer negaranya di Libya karena “undangan yang diterima dari GNA”.
Saat Turki menentang Haftar, Turki membantu pemerintah Libya dengan pelatihan militer, kerja sama dan penasihat, kata Hulusi Akar.
Dia mengatakan dalam sebuah wawancara televisi bahwa Turki melakukan upaya ganda untuk membawa perdamaian di seluruh Libya.
Mengenai Rusia, Akar mengatakan Moskow telah membantah laporan tentang kehadiran pasukannya di Libya, mengatakan Ankara mengadakan dialog dengannya di negara yang dilanda perang.
Dialog Turki-Rusia tentang Libya akan mencerminkan secara positif masa depan negara itu, katanya, menegaskan bahwa pembicaraan bilateral sedang berlangsung di semua tingkatan. (Althaf/arrahmah.com)