DEIR AZZUR (Arrahmah.id) – Setidaknya tujuh orang tewas pada Rabu (8/3/2023) ketika aset Iran dan Hizbullah di wilayah Suriah timur yang dikendalikan oleh rezim Assad terkena serangan pesawat tak berawak.
Serangan di provinsi Deir Azzur menghancurkan sebuah pabrik senjata dan sebuah truk berisi senjata, kata Rami Abdel Rahman, kepala Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, sebuah kelompok pemantau di Inggris yang memiliki jaringan sumber di Suriah.
Serangan itu menewaskan tiga pejuang pro-Iran dari Afghanistan, tiga warga sipil Suriah dan satu warga Suriah tak dikenal lainnya, kata Abdel Rahman.
“Israel” telah melakukan serangan udara dan rudal berulang kali terhadap pasukan rezim dan sekutu mereka yang didukung Iran di Suriah sejak perang saudara pecah pada 2011. Koalisi pimpinan AS yang memerangi sisa-sisa ISIS di Irak dan Suriah juga telah melakukan serangan terhadap pejuang pro-Iran di Suriah.
Serangan Rabu (8/3) menargetkan bagian dari Deir Azzur di mana para komandan tinggi Iran dan perwira senior Hizbullah tinggal. Faksi pro-Iran yang bersekutu dengan rezim Assad, termasuk kelompok Irak dan Hizbullah, banyak dikerahkan ke selatan dan barat Sungai Efrat yang membelah provinsi Deir Azzur.
Serangan itu menyusul serangkaian serangan pesawat tak berawak pada 30 Januari terhadap 25 truk konvoi senjata Iran di provinsi itu yang menewaskan 11 orang, termasuk seorang komandan pro-Iran.
Konflik di Suriah telah menewaskan hampir setengah juta orang dan memaksa sekitar setengah dari populasi sebelum perang di negara itu meninggalkan rumah mereka. Utusan khusus PBB untuk Suriah pada Rabu (8/3) mendesak pihak yang bertikai dan masyarakat internasional untuk menghidupkan kembali upaya menemukan solusi politik.
“Perlu ada proses politik yang dipimpin dan dimiliki oleh Suriah yang difasilitasi oleh PBB,” kata Geir Otto Pedersen. “Perlu ada upaya internasional yang terkoordinasi untuk mendukung hal ini. Status quo tidak dapat diterima. Kita perlu bergerak maju.”
Kehancuran yang disebabkan oleh konflik telah diperparah oleh kehancuran berskala besar yang disebabkan oleh gempa bumi pada Februari lalu, Pedersen mengatakan pihak yang bertikai dan pemain internasional harus melakukan upaya perdamaian dengan cara yang sama seperti mereka menanggapi gempa tersebut.
“Sebulan yang lalu tidak ada prospek pembukaan lebih banyak penyeberangan perbatasan, juga tidak ada langkah untuk melonggarkan sanksi secara konkret,” katanya. “Mereka membutuhkan logika yang sama yang diterapkan di bidang kemanusiaan untuk sekarang diterapkan di tingkat politik.” (zarahamala/arrahmah.id)