JAKARTA (Arrahmah.com) – Tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka kasus ledakan di Pondok Umar Bin Khattab, Desa Sanolo, Dompu, Bima, NTB, dalam waktu dekat akan menjalani persidangan.
Ketujuh orang tersebut adalah Mustakim Abdullah (17 th, pelajar), Ustad Abrory (pimpinan pondok), Syakban, Rahmat Hidayat (22 th, pegawai swasta), Rahmat Ibnu Umar (36 th, pegawai swasta), Fourqan dan Asrap. Ketujuh tersangka dimasukkan ke dalam dua berkas perkara yang ditangani oleh Satgas Polda NTB.
“Terhadap berkas perkara satu tersangka atas nama Mustakim Abdullah telah dilimpahkan ke JPU Kejati Mataram, P19 dalam proses melengkapi,” ujar Kadiv Humas Polri, Irjen (Pol) Anton Bachrul Alam, Sabtu (24/9/2011).
Secara dzolim ketujuh tersangka dikenakan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme dan Pasal 221 KUHP karena diklaim telah menghalangi tugas-tugas penyidikan.
Berkas perkara seorang tersangka bernama Mustakim Abdullah, yang masih berusia 17 tahun, telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Mataram dan saat ini dalam proses melengkapi atau P19. Sementara berkas enam tersangka lainnya, masih dalam tahap penyusunan berkas perkara.
Jika berkas perkara ketujuh tersangka telah dinyatakan lengkap, Polda NTB berharap ketujuh tersangka bisa disidangkan di PN Mataram. Namun, sepertinya hal tersebut akan terkendala mengingat telah diterbitkan Surat Keputusan Ketua MA RI, Nomor. 129/KMA/SK/VII/2012 tertanggal 24 Juli 2011 tentang penunjukan PN Tangerang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Abrory M Ali dan kawan-kawan.
Karena itu, Polda NTB meminta bantuan Mabes Polri agar sidang tetap dilangsungkan di PN Mataram.
“Sehubungan dengan hal tersebut, mohon dengan hormat, (Polda NTB) meminta back up atau dukungan Mabes Polri dapatnya sidang dilaksanakan di PN Mataram,” ujar Anton.
Pertimbangan yang membuat pihak Polda NTB tersebut menyampaikannya keinginannya itu, yakni Polda NTB menyatakan siap melaksanakan pengamanan sidang, efisiensi biaya karena ada 57 orang saksi dan 12 orang saksi ahli, serta Penyidik dan Penyidik Pembantu bisa lebih konsentrasi dan dapat laksakan tugas rutin di kesatuannya.
Sebagai juru bicara Polri, Anton belum bisa menyampaikan langkah maupun tanggapan Mabes Polri atas permintaan Polda NTB tersebut.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, sebuah ledakan mengejutkan Bima pada 11 Juli 2011 lalu. Rupanya, sumber ledakan berasal dari satu ruangan di pondok UBK. Akibat ledakan itu, seorang pengurus pondok yang berada di ruangan itu, Suryanto Abdullah alias Firdaus, tewas di tempat.
Polisi mengklaim telah ‘menemukan’ 26 bom pipa yang telah dipreteli diduga milik kelompok Pondok UBK di sebuah bukit Batu Pahat, Wadu Pa’a, Desa Kananta, Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima, NTB, pada 19 Juli 2011.
Klaim tersebut dengan tegas dibantah oleh pihak pesantren UBK dalam rilis yang dikirim dan dimuat oleh Arrahmah.com dan mengatakan bahwa bom-bom pipa tersebut telah sengaja diletakkan oleh aparat untuk menfitnah pihak pesantren. (tbn/arrahmah.com)