JAKARTA (Arrahmah.com) – Aksi penyerangan terhadap tiga pos polisi di Solo, menurut Bayu Setiyono dalam testimoni yang diabadikan Densus 88 Antiteror Polri dengan video berdurasi 10 menit bukanlah sekedar sebuah serangan biasa. Akan tetapi memiliki tujuan ideologis yaitu pendirian sebuah pemerintahan Islam.
“Kami (ingin) membuat pecah Solo seperti Ambon atau Poso. Di situ pula bisa tegaknya syariat islam, khilafah islamiah di Indonesia,” ungkap Bayu dalam testimoninya.
Bayu menceritakan pertama kali ia mengenal ajaran islam tentang jihad, pada tahun 2007 di Pondok Pesantren Ngruki. “Di situ (PonPes), saya mempelajari Islam dan saya minta pendampingan.Saya ingin mempelajari tentang Islam sebaik-baiknya,” jelas Bayu.
Dia bercerita, sebelum tahun 2008 dirinya masuk tim Hisbah. Kegiatan jihad dimulai. “Kegiatan kami melakukan jihad itu, pertama kali saya ikut pengajian yang dipimpin oleh Sigit Qurdowi,” kata Bayu.
Siapa Sigit Qurdowi? Sigit dan rekannya, Hendro telah gugur syahid dalam penyergapan di Sukoharjo pada Mei tahun lalu. Polisi menduga, jaringan Sigit Qurdowi penyuplai senjata Muhammad Syarif Astanagarif yang melakukan bom bunuh diri di Masjid Az Zikra, Mapolresta Cirebon 15 April 2011 lalu.
Bayu mengaku mengikuti pengajian pimpinan Sigit selama sekitar 1,5 tahun. Bayu mendapat pengajian amal ma’ruf nahi munkar. Mencegah kemunkaran. Akhir 2009, Bayu memberanikan diri keluar dari pengajian karena khawatir keluarganya dikucilkan. Dia juga mengaku mulai sulit mencari pekerjaan.
Dari pengakuan Bayu, jaringan Sigit memang melakukan jual-beli senjata. Sigit juga memberi jalan kepada pengikutnya untuk berusaha jual-beli senjata. “Dari hasil di Filipina, dijualbelikan ke Solo, Cirebon, Jakarta, Bekasi. Dan mungkin ihwan-ihwan (pengikut pria) itu sudah tertangkap semua,” jelas Bayu.
Polisi juga menjadi target utama. Alasannya, polisi sering menzolimi dan menganiaya pengikut jaringan ini. Polisi disebut sering menangkap pengikut jaringan ini, terutama mereka yang sedang berlatih di kamp militer di sebuah hutan dan gunung.
“Salah satu pimpinan kami, mengutip dari buku karangan Ustadz Abdurrahman, dia bilang, bunuhlah aparat polisi,” sebut Bayu.
Bayu melanjutkan dalam pernyataannya tersebut, dia dan kelompoknya sudah merencanakan aksi di Solo sejak lama. Memang dari awal sasaran mereka adalah aparat kepolisian yang dianggap merupakan musuh utama.
“Target-target kami adalah aparat thogut. Aparat polisi itu direncanakan sudah bertahun-tahun dari sekitar tahun 2007-2008 hingga sekarang,” terangnya.
Bayu juga menceritakan sedikit mengenai struktur kelompoknya. Menurutnya kelompoknya adalah kelompok bawah tanah yang tidak terkait kelompok manapun.
“Kami menyebut kelompok kami underground. Kami berdiri sendiri tidak ada pimpinan, amir dan tidak ada suatu baiat,” ujar Bayu.
Menurut Bayu karena tidak pemimpin, dia mengaku tidak mengenal satu persatu anggota kelompok mereka. Dia mengaku ada dua orang yang dari kelompok mereka yang tidak dia kenal. (bilal/dbs/arrahmah.com)