URUMQI (Arrahmah.com) – Lima pelaku bom melakukan serangan yang menewaskan 31 orang di ibukota wilayah Xinjiang China, media pemerintah melaporkan sehari (23/5/2014) setelah serangan bom Pasar Umurqi, yang paling dahsyat sampai saat ini di wilayah tersebut.
Insiden yang terjadi di Urumqi pada Kamis pagi (22/5), merupakan serangan bom kedua di ibukota hanya dalam waktu tiga minggu. Sebuah bom dan serangan pisau di sebuah stasiun kereta api Urumqi pada akhir April menewaskan satu warga dan melukai 79 lainnya.
Pemerintah baru-baru ini meluncurkan kampanye untuk bertindak keras melawan terorisme di Xinjiang, menyalahkan kaum Islamis dan separatis untuk kekerasan yang memburuk di wilayah barat yang kaya sumber alam berbatasan dengan Asia Tengah itu. Setidaknya 180 orang telah tewas dalam serangan di seluruh China selama tahun lalu.
Para penyerang membajak dua kendaraan di pasar terbuka di Urumqi dan melemparkan bahan peledak. Sekitar 94 orang yang terluka adalah pembeli berusia tua, menurut saksi.
“Lima tersangka yang berpartisipasi dalam serangan teroris turut meledakkan bersama bomnya,” Global Times, tabloid yang dijalankan oleh Harian Rakyat, surat kabar resmi Partai Komunis China, melaporkan pada Jumat (23/5).
Surat kabar itu mengatakan pihak berwenang “sedang menyelidiki apakah ada kaki lain” di balik peristiwa ini.
“Dilihat dari banyak serangan teroris yang terjadi dan pelaku yang relevan, mereka dituduh telah mendapat dukungan dari kelompok teroris di luar perbatasan China serta ekstrimis agama yang melakukan propaganda melalui internet,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hong Lei pada jumpa pers beberapa hari terakhir.
Tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan Kamis (22/5).
Pan Zhiping, seorang pensiunan ahli ilmu sosial Asia Tengah di Xinjiang Academy of Social Science, mengatakan serangan Kamis (22/5) adalah yang paling mematikan yang pernah ada di wilayah tersebut.
Dia mengklaim tersangka “teroris” kemungkinan besar menerima pelatihan di luar negeri dari kelompok-kelompok seperti Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM) dan memperoleh pengalaman tempur di Suriah.
“Mereka sekarang pasti terorganisir dan organisasi-organisasi kecil sangat ketat,” kata Pan. “Jika tidak dapat memecahkan sebuah organisasi kecil, maka saya pikir hal semacam ini akan terus terjadi.”
Akar masalah “terorisme”
Para aktivis yang diasingkan Cina dan kelompok hak asasi banyak yang mengatakan sebenarnya penyebab kerusuhan di Xinjiang adalah kebijakan tangan besi Cina sendiri, termasuk pembatasan pada Islam dan budaya dan bahasa dari etnis Uighur, orang Muslim Cina yang berbicara dalam bahasa Turki.
Bangsa Uighur telah lama mengeluhkan diskriminasi resmi mendukung orang-orang Han, kelompok etnis mayoritas di Cina.
Cina telah bergulat dengan meningkatnya serangan bom. Seperti serangan dengan media mobil di tepi Lapangan Tiananmen Beijing pada bulan Oktober lalu, menewaskan lima orang.
Polisi Cina menyalahkan ETIM untuk serangan stasiun kereta Urumqi bulan lalu, kantor berita negara Xinhua mengatakan pada Minggu (18/5), pertama kalinya separatis telah secara langsung terkait dengan serangan itu.
ETIM telah dituduh oleh Amerika Serikat dan Cina memiliki hubungan dengan Al Qaeda, tapi ada ketidaksepakatan di antara para ahli keamanan atas sifat kelompok dan apakah hubungan dengan al Qaeda dan organisasi militan lainnya benar-benar ada.
” Sepertinya pemerintah Cina telah menghadapi masalah terorisme domestik metastasis,” Kenneth Lieberthal , seorang ahli Cina dari Brookings Institution, mengatakan kepada Reuters.
“Saya pikir bukti-bukti (sikap pemerintah Cina) menunjukkan bahwa sampai saat ini sangat mustahil adanya upaya memikirkan kembali kebijakan Xinjiang.” (adibahasan/arrahmah.com)