WASHINGTON, D.C. (Arrahmah.id) – Dalam pidato pelantikannya yang menggemparkan dunia, Donald Trump dengan lantang menyatakan bahwa Amerika Serikat di bawah kepemimpinannya hanya akan mengakui dua gender: laki-laki dan perempuan. Pernyataan ini langsung menjadi perbincangan panas di berbagai media sosial dan portal berita internasional.
“Kita harus menghentikan kebingungan ini. Amerika adalah negara yang berdiri di atas kebenaran ilmiah dan moralitas tradisional. Kita hanya mengenal dua gender, laki-laki dan perempuan. Itulah yang diajarkan oleh alam, biologi, dan Tuhan,” ujar Trump dalam pidato resminya di Washington, disiarkan langsung oleh Fox News pada Minggu (20/1).
Pernyataan ini mendapatkan tepuk tangan meriah dari para pendukungnya yang hadir di lokasi. Namun, di sisi lain, gelombang kritik dari komunitas LGBTQ+ dan pendukung kebijakan inklusif gender mulai bermunculan.
Menurut CNN, kelompok advokasi LGBTQ+ menyebut pernyataan Trump sebagai langkah mundur bagi hak asasi manusia. “Ini adalah serangan langsung terhadap individu non-biner dan transgender. Pernyataan seperti ini dapat memperkuat stigma dan diskriminasi,” ujar Sarah Ellis, Direktur Eksekutif Kampanye Hak Asasi LGBTQ+.
Di media sosial, tagar seperti #TwoGendersOnly dan #TransRightsAreHumanRights menjadi trending secara global. Di Twitter, seorang aktivis menulis, “Trump mencoba menghapus keberadaan jutaan orang hanya karena mereka tidak sesuai dengan pandangan konservatifnya. Ini adalah ancaman besar bagi keberagaman dan kesetaraan!”
Namun, para pendukung Trump justru memuji langkah ini sebagai bentuk keberanian. “Akhirnya ada pemimpin yang tidak takut membela kebenaran biologis. Ini adalah kemenangan untuk keluarga tradisional,” tulis sebuah artikel opini di Breitbart News.
Para pengamat politik seperti Dr. Anthony Reed dari Georgetown University menilai langkah Trump sebagai strategi untuk memperkokoh basis pemilih konservatifnya. “Ini adalah pernyataan yang disengaja untuk mempertegas identitas politiknya. Namun, risiko dari pendekatan ini adalah meningkatnya polarisasi masyarakat,” katanya kepada The Washington Post.
Dengan pidato pelantikannya ini, Trump tidak hanya menetapkan arah kebijakan yang akan ia ambil selama masa pemerintahannya, tetapi juga menyalakan kembali perdebatan sengit mengenai gender dan hak asasi manusia di Amerika. Dunia kini menanti bagaimana dampak dari sikap kontroversial ini akan memengaruhi masyarakat Amerika dan hubungan internasionalnya.
(Samirmusa/arrahmah.id)