WASHINGTON (Arrahmah.com) – Presiden AS Donald Trump me-retweet postingan seorang jurnalis “Israel”, yang merupakan ahli di dinas intelijen “Israel”, Mossad, tentang pembunuhan ilmuwan nuklir Iran Mohsen Fakhrizadeh di Teheran pada hari Jumat (27/11/2020).
Trump membagikan tweet Yossi Melman yang menggambarkan pembunuhan itu “pukulan psikologis dan profesional yang besar bagi Iran.”
“Mohsen Fakhrizadeh telah dibunuh di Damavand, timur Teheran menurut laporan di Iran. Dia adalah kepala program militer rahasia Iran dan dicari selama bertahun-tahun oleh Mossad. Kematiannya merupakan pukulan psikologis dan profesional yang besar bagi Iran,” kata Melman dalam tweet-nya.
Kepala tentara Iran Mayor Jenderal Abdolrahim Mousavi mengatakan “tangan kriminal” Amerika Serikat dan “Israel” terlihat jelas dalam pembunuhan ilmuwan nuklir ternama itu di Teheran, Kantor Berita Semi-resmi Iranian Labour News (ILNA) melaporkan pada Jumat (27/11).
“Tangan kriminal Amerika Serikat, rezim Zionis yang jahat … terlihat jelas dalam kejahatan ini,” ujar Mousavi.
Fakhrizadeh, salah satu ilmuwan nuklir paling terkemuka Iran dibunuh pada hari Jumat (27/11) dalam serangan terhadap mobilnya di luar Teheran, kata kementerian pertahanan.
Dia “terluka parah” ketika penyerang menargetkan mobilnya sebelum terlibat baku tembak dengan tim keamanannya, tambah kementerian itu. Dia kemudian meninggal karena luka-lukanya dan meninggal di rumah sakit.
Para petinggi Iran bersumpah untuk membalaskan dendam ilmuwan yang terbunuh itu dan menyalahkan “Israel”.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengklaim ada “indikasi serius dari (sebuah) peran Israel” dalam pembunuhan itu.
Sementara itu, kepala Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran Hossein Salami mengatakan: “Balas dendam dan hukuman berat bagi para pelaku kejahatan ini sedang dalam agenda,” menurut media Iran.
“Israel” “merancang dan mengarahkan” pembunuhan Fakhrizadeh, kata Salami. Sementara itu, kantor Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu mengatakan tidak mengomentari serangan terhadap ilmuwan nuklir Iran tersebut.
Siapa pun yang bertanggung jawab atas serangan itu, pasti akan meningkatkan ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat di minggu-minggu terakhir kepresidenan AS Trump.
Trump, yang kalah dalam pemilihan kembali pada 3 November dan meninggalkan jabatan pada 20 Januari, telah berulang kali menuduh Iran secara diam-diam mencari senjata nuklir. Trump menarik Amerika Serikat keluar dari kesepakatan di mana sanksi terhadap Iran dicabut dengan imbalan pembatasan program nuklirnya. Meski demikian, Presiden terpilih Joe Biden mengatakan dia akan memulihkannya.
Seorang pejabat AS mengonfirmasi awal bulan ini bahwa Trump telah meminta bantuan militer rencana untuk kemungkinan serangan di Iran, tetapi telah memutuskan untuk tidak melakukannya pada saat itu. (Althaf/arrahmah.com)