WASHINGTON (Arrahmah.id) – Presiden AS Donald Trump baru saja melontarkan pernyataan yang membingungkan. Dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Trump menyebut Gaza sebagai “real estate yang luar biasa” dan “properti tepi laut” yang pernah “ditinggalkan” ‘Israel’.
Dalam versi sejarah Trump, ‘Israel’ baru saja menyerahkan Gaza kepada penduduk asli Palestina seperti tuan tanah yang murah hati yang meninggalkan kondominium di tepi pantai. Ia bahkan melontarkan gagasan untuk mengusir penduduk asli Palestina ke negara lain untuk menciptakan apa yang disebut “zona kebebasan”.
Tetapi apakah benar ‘Israel’ memberikan Gaza kepada Palestina? Beginilah Cara ‘Israel’ Diusir
Mari kita kembali ke sejarah yang sebenarnya. Pada 2005, setelah bertahun-tahun operasi perlawanan Palestina, ‘Israel’ secara sepihak mengevakuasi 21 permukiman kolonial di dalam Gaza. Itu berarti 8.000 pemukim ditarik keluar dari wilayah Palestina yang diduduki, bukan sebagai isyarat perdamaian, tetapi karena mempertahankan mereka di sana menjadi terlalu mahal dan berbahaya. Perlawanan membuat perluasan permukiman menjadi mustahil. Mimpi tentang vila tepi pantai di “Gush Katif” berubah menjadi mimpi buruk.
Siapakah orang di balik langkah itu? Ariel Sharon. Ya, Sharon itu — bukan benar-benar seorang yang suka perdamaian. Rencana “pemisahan diri”-nya tidak dikoordinasikan sama sekali dengan Otoritas Palestina dan sarat dengan muatan politik. Sebagian mengatakan bahwa rencana itu dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian dari skandal korupsi. Sebagian lain melihatnya sebagai upaya untuk melindungi mayoritas Yahudi di ‘Israel’ dengan membebaskan wilayah Palestina yang padat penduduk di Gaza.
Apa pun motifnya, penarikan ‘Israel’ dari Gaza adalah tindakan strategis — bukan hadiah. Dan tentu saja bukan penyerahan sesuatu yang pernah “dimiliki” ‘Israel’.
Gaza Bukanlah Sebuah Transaksi Real Estat
Obsesi Trump terhadap tanah dan properti mungkin berhasil di Manhattan, tetapi Gaza bukanlah peluang investasi hotel. Warga Palestina telah tinggal di sana selama ribuan tahun — jauh sebelum ‘Israel’ ada, dan bahkan sebelum Mandat Inggris. Bukti arkeologis menunjukkan kota-kota yang berkembang pesat di Gaza sejak Zaman Perunggu. Dinasti Ptolemeus menguasainya. Begitu pula dengan Dinasti Utsmaniyah. Namun, tidak seorang pun “menyerahkannya” — karena sejak awal wilayah itu memang bukan milik ‘Israel’.
‘Israel’ menduduki Gaza setelah perang 1967 dan membangun permukiman kolonial di sana, meskipun ada kecaman global. PBB dan Palang Merah Internasional masih menganggap Gaza sebagai wilayah pendudukan — karena ‘Israel’ mengendalikan perbatasan, wilayah udara, dan garis pantainya.
Klaim Trump bahwa ‘Israel’ menyerahkan Gaza dengan murah hati tidak hanya salah secara historis — tetapi juga berbahaya. Klaim itu menutupi pendudukan militer selama puluhan tahun, perlawanan penduduk asli, dan blokade brutal. Klaim itu menganggap penderitaan lebih dari dua juta warga Palestina sebagai catatan sampingan dalam seminar real estat yang buruk.
Gaza bukanlah tempat yang murah di tepi pantai. Gaza adalah salah satu tempat yang paling padat penduduknya dan paling banyak dibombardir di muka Bumi — bukan karena ‘Israel’ membiarkannya, tetapi karena ‘Israel’ berusaha menguasainya terlalu lama.
Bagaimana dengan penduduk Gaza? Mereka bukan pelintas batas. Mereka penduduk asli. Pemilik sebenarnya dari “properti tepi laut” itu. (zarahamala/arrahmah.id)