WASHINGTON (Arrahmah.com) – Presiden AS Donald Trump telah bertentangan dengan penilaian yang dilaporkan CIA bahwa Mohammad bin Salman memerintahkan pembunuhan kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi, bersikeras bahwa CIA hanya mengindikasikan tanpa secara tegas menempatkan kesalahan atas kematian tersebut pada sang putra mahkota.
Pekan lalu, para pejabat intelijen senior dari agen mata-mata AS mengatakan bahwa operasi semacam itu akan membutuhkan persetujuan Pangeran Mohammed, yang juga dikenal sebagai MBS, pemimpin de facto kerajaan.
Mengutip penolakan keras oleh MBS dan Raja Salman, Trump membela monarki Saudi pada Kamis (22/11/2018), mengatakan mereka tidak melakukan “kekejaman ini”.
“Saya benci kejahatan itu, saya benci menutup-nutupi. Saya akan memberitahu anda bahwa putra mahkota lebih membenci hal ini daripada saya, dan mereka dengan keras menolaknya.”
Ditanya siapa yang harus dimintai pertanggungjawaban atas pembunuhan itu, Trump sekali lagi menolak untuk menyalahkannya. Bahkan ia tampak berfilosofi tentang ‘kekejaman dunia’.
“Mungkin dunia harus bertanggung jawab karena dunia adalah tempat yang ganas. Dunia adalah tempat yang sangat, sangat kejam.”
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan komentar Trump mengindikasikan bahwa dia telah berpura-pura buta terhadap insiden tersebut.
Berbicara kepada CNN Turki, Cavusoglu menambahkan bahwa AS tidak memberitahu Turki tentang rekaman audio di mana MBS dapat terdengar menyerukan agar Khashoggi “dibungkam sesegera mungkin”.
Para pejabat Ankara telah berulang kali mengatakan pembunuhan itu disengaja dan telah menekan Arab Saudi untuk mengekstradisi mereka yang bertanggung jawab agar dapat diadili di Turki.
Pada Kamis (22/11), Federica Mogherini, kepala urusan luar negeri Uni Eropa, mengatakan perlu ada investigasi “transparan” dan “kredibel” atas pembunuhan Khashoggi.
“Mereka yang bertanggung jawab, benar-benar bertanggung jawab atas pembunuhan mengerikan ini harus bertanggung jawab,” Mogherini mengatakan pada konferensi pers di Ankara.
Khashoggi, kolumnis yang berkontribusi untuk Washington Post, dibunuh ketika dia memasuki konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober untuk mendapatkan dokumen yang menyatakan perceraiannya.
Kerajaan itu pada awalnya menolak tuduhan bahwa para pejabat Saudi berada di belakang kepergiannya, tetapi setelah pemerintah Turki mulai membocorkan bukti keterlibatan tingkat tinggi, Riyadh akhirnya mundur dan mengakui bahwa dia dibunuh oleh “operasi nakal”.
Lebih dari 50 hari setelah pembunuhannya, keberadaan mayat Khashoggi masih belum diketahui.
Kritik di Kongres AS dan pejabat tinggi di negara lain menuduh Trump mengabaikan hak asasi manusia dan memberi Arab Saudi izin karena alasan ekonomi, termasuk pengaruhnya di pasar minyak dunia.
Bessma Momani, seorang profesor di University of Waterloo di Kanada, mengatakan tidak mengherankan bahwa pemerintahan Trump telah berulang kali membela hubungannya dengan monarki Saudi meskipun ada kecaman internasional.
Momani menambahkan bahwa tekanan internasional pada MBS tidak akan banyak berpengaruh, dimana Inggris dan Perancis juga enggan membahayakan kontrak senjata besar mereka dengan Saudi.
MBS saat ini sedang melakukan kunjungan ke Timur Tengah, yang dijuluki “tur negara persaudaraan,” dan diperkirakan akan menghadiri KTT G20 di Argentina minggu depan.
Nader Hashemi, direktur Pusat Studi Timur Tengah di University of Denver, mengatakan perjalanan itu dapat menempatkan MBS dalam kemungkinan bahaya hukum di bawah kebijakan yurisdiksi universal di bawah hukum internasional.
“Jika ada kasus yang diajukan terhadap putra mahkota Saudi untuk kejahatan perang atau pembunuhan oleh pengadilan lain yang dianggap kredibel maka dakwaan dapat dikeluarkan terhadap dia ketika dia tiba di Buenos Aires,” kata Hashemi kepada Al Jazeera. (Althaf/arrahmah.com)