BAGHDAD (Arrahmah.com) – Presiden AS Donald Trump menggunakan kunjungan kilat ke Irak – yang pertama sejak terpilih – untuk membela keputusan penarikan dari Suriah dan menyatakan diakhirinya peran Amerika sebagai “polisi” global, lapor AFP pada Kamis (27/12/2018).
Trump mendarat pada Rabu (26/12) pukul 19:16 waktu setempat di Pangkalan Udara Al-Asad di Irak barat, didampingi istrinya Melania. Kedatangannya yang tiba-tiba dan di tengah gelap-gulita menimbulkan desas-desus bahwa sang presiden berada dalam kondisi yang penuh dengan tekanan.
Trump berbicara kepada sekitar 100 personel pasukan yang sebagian besar pasukan khusus dan secara terpisah dengan para pemimpin militer sebelum pergi beberapa jam kemudian. Pertemuan yang direncanakan dengan Perdana Menteri Irak Adel Abdel Mahdi dibatalkan dan digantikan dengan panggilan telepon, kata kantor perdana menteri.
Selama panggilan itu, Trump mengundang Abdel Mahdi untuk mengunjungi Washington dan dia menerimanya, kata juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders.
Kunjungan ke Irak ini merupakan sebuah tradisi rutin yang dilakukan setiap presiden negeri Paman Sam sebagai moral-booster bagi pasukan AS di zona perang setelah serangan teroris 11 September 2001.
Trump telah menerima banyak kritik karena menolak berkunjung dalam dua tahun pertama masa kepresidenannya. Tetapi spekulasi telah meningkat bahwa ia akhirnya akan membuat isyarat mengikuti rencananya yang kontroversial untuk memangkas tingkat pasukan di Afghanistan dan perintahnya untuk menarik diri sepenuhnya dari Suriah.
Dalam pidatonya di pangkalan militer Irak, Trump menggarisbawahi kebijakan “America First” untuk menarik diri dari aliansi multinasional, termasuk apa yang bagi banyak orang Amerika tampak seperti perang tanpa akhir di Timur Tengah.
“Tidak adil ketika bebannya ada pada kita,” katanya. “Kami tidak ingin dimanfaatkan lagi oleh negara-negara yang menggunakan kami dan menggunakan militer kami yang luar biasa untuk melindungi mereka. Mereka tidak membayar untuk itu dan mereka sendiri yang harus melakukannya,” ujarnya lantang.
“Kami tersebar di seluruh dunia. Kami berada di negara yang belum pernah didengar oleh kebanyakan orang. Terus terang, ini konyol,” tambahnya.
Trump mengatakan kepada wartawan bahwa ia telah menolak para jenderal yang meminta untuk memperluas penempatan Suriah, di mana sekitar 2.000 pasukan AS, bergabung dengan pasukan asing lainnya, membantu pejuang lokal yang memerangi Daesh.
Keputusan penarikan tersebut dilansir menjadi penyebabpengunduran diri menteri pertahanan Trump, Jim Mattis, yang telah menjadi salah satu pejabat berprofil tinggi dalam pemerintahannya.
Trump juga menerima kritik dari Perancis dan mitra asing lainnya serta tokoh senior di partainya sendiri dari Partai Republik.
Namun, ia telah melepaskan Amerika dari perang sebagai prioritas sejak pemilu 2016 dan dia mengatakan di Irak bahwa AS tidak akan lagi diperlakukan sebagai “pengisap”.
Sebelumnya, Trump mengaku telah berhasil “melumpuhkan Daesh”, mengikuti kritik luas bahwa deklarasi kemenangannya terlalu dini. Ia pun menambahkan bahwa Irak mungkin dapat Amerika gunakan sebagai pangkalan di masa depan “untuk melakukan sesuatu di Suriah”.
Trump pun mengatakan di Irak bahwa beberapa pasukan AS dari Suriah akan ditempatkan di negaranya.
Sambil menyoroti peran militer dan keuangan, dia mengatakan Turki dan Arab Saudi telah sepakat untuk bermain di Suriah. Trump juga mengatakan kepada wartawan bahwa AS dapat saja “kembali dan membantu”
Di Afghanistan, Trump akan menarik sekitar setengah dari 14.000 tentara yang dikunci dalam perang melawan gerilyawan Taliban yang telah lama menyerupai jalan buntu. (Althaf/arrahmah.com)