JAKARTA (Arrahmah.id) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak semua pihak untuk mencari solusi evaluatif dan keberadaban pascatragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).
Peristiwa pecahnya kerusuhan pascapertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya tersebut, menelan lebih dari 120 korban jiwa, sekaligus menjadi torehan sejarah kelam dunia persepakbolaan Indonesia.
Wakil Sekretaris Jendral Majelis Ulama Indonesia (Wasekjend MUI), KH. Arif Fahrudin mengatakan, seyogyanya olahraga mampu membawa harapan untuk mengangkat harkat martabat negara, jangan sampai terjadi jatuhnya korban luka apalagi merenggut nyawa.
“Dalam Islam, menjaga nyawa adalah misi agama yang beriringan dengan menjaga agama. Hilangnya satu nyawa sama dengan hilang seluruhnya,” kata Kiai Arif, Senin (3/10).
Menurut Kiai Arif, sepak bola seharusnya menjadi ajang unjuk prestasi bagi anak bangsa.
Akan tetapi, lanjutnya, hal ini urung terjadi dalam tragedi Kanjuruhan kemarin, yang justru banyak menelan korban nyawa melebihi peristiwa di Hillsborough Inggris pada tahun 1989.
Di samping itu, ujar Kiai Arif, tragedi Stadion Kanjuruhan Malang, seolah mempertontonkan aib akhlak anak bangsa sendiri ke muka dunia. Semua kalangan melihat dan menyampaikan keprihatinan serta duka atas tragedi tersebut.
“Jangan sampai terulang kembali tragedi serupa, walau satu korban nyawa. Kami meminta semua pihak melakukan evaluasi menyeluruh terhadap prosedur penyelenggaraan pertandingan olah raga. Apalagi yang melibatkan partisipasi massal dengan mengedepankan pemuliaan akhlak publik dan edukasi regulasi,” tegasnya
Kiai Arif mengatakan, solusi evaluatif dan keberadaban merupakan ikhtiar agar ajang olah raga semakin menjadi ajang penguatan kualitas mental dan fisik bangsa.
“Semoga seluruh korban jiwa mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah SWT serta keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kesabaran. Begitu pula untuk korban luka yang sedang dirawat semoga lekas sehat kembali bersama keluarga,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)