Oleh Rosita
Pegiat Literasi
Tradisi yang tidak pernah diminati oleh semua kalangan terutama para ibu rumah tangga, yakni kenaikan harga sembako setiap menjelang hari raya. Dalam rangka menyambut bulan suci Ramadan 1446 H, beberapa harga sembako mengalami kenaikan diantaranya telur, cabai bawang, beberapa sayuran dan yang lainnya.
Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Dicky Anugrah, saat mengunjungi beberapa pasar milik pemerintahan Kabupaten Bandung, guna melakukan monitoring dan evaluasi. Dicky mengatakan bahwa kenaikan harga tersebut bukan karena ada intervensi dari pemerintah melainkan karena kondisi di lapangan, terkait dengan suplai. Dicky berjanji akan meminta kepada para petani agar mengirim langsung ke pasar tanpa perantara dan juga akan berkoordinasi dengan Dinas Peternakan. Selain itu ada tiga rencana yang akan dilakukan yakni Operasi Pasar murah (OPM), Gerakan Pasar Murah (GPM), dan giat bazar. (Tribun Jabar, 25/2/2025)
Faktor Penyebab Tradisi Kenaikan Bahan Pangan
Kenaikan harga barang menjelang bulan puasa sudah biasa terjadi di masyarakat seolah sudah menjadi tradisi tahunan yang sulit untuk dihindari. Tetapi yang menjadi pertanyaannya, kenapa hal tersebut bisa terjadi? Padahal di sisi lain stok kebutuhan untuk warga menjelang Ramadan aman, berarti akar permasalahan yang ada saat ini belum tersentuh secara menyeluruh. Ini adalah PR besar buat negara untuk menyelesaikannya. Banyak faktor yang menyebabkan kenaikan bahan pangan yakni, permintaan yang meningkat, kenaikan biaya produksi, gangguan pasokan akibat cuaca ekstrem, praktik monopoli, penimbunan oleh oknum tertentu, serta peran pemerintah dalam mengendalikan harga.
Dari berbagai faktor di atas yang sering terjadi adalah penimbunan dan juga peran pemerintah. Masalah penimbunan bukan hal yang aneh dalam negara yang menganut sistem kapitalis, dalam sistem ini memang menghasilkan orang-orang yang hanya memikirkan diri sendiri, materi dan lalai akan tanggung jawab. Karena dalam sistem ini, setiap aturan kehidupan selalu dipisahkan dari agama.
Dalam mengatasi kenaikan bahan pangan, yang dilakukan oleh penguasa bukan hanya blusukan tapi alangkah bijaknya jika negara juga memantau peredaran barang jangan sampai terjadi penumpukan di beberapa tempat yang diakibatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, meningkatkan koordinasi antar instansi dan pengawasan distribusi barang, dan negara juga harus membuat kebijakan yang benar-benar pro rakyat bukan mengedepankan keuntungan secara materi yang akhirnya menyengsarakan masyarakat.
Dalam sistem kapitalis negara lemah dalam perannya sebagai pelindung dan pelayan rakyat. Padahal seharusnya negara melakukan upaya antisipasi agar tidak ada gejolak harga dan masyarakat mudah mendapatkan kebutuhan. Fenomena yang terus berulang ini sejatinya menunjukkan kegagalan negara dalam menjaga stabilitas harga. Hal ini merupakan problem sistemis di mana bisa dipastikan jika sistem yang diterapkan tidak berubah maka permasalahan ini akan terus terjadi tanpa ada solusi yang menyeluruh.
Aturan Islam dalam Menangani Kenaikan Bahan Pangan
Kapitalis sekuler yang memisahkan aturan agama dalam kehidupan, membebaskan siapa saja untuk memiliki sesuatu asal mereka memiliki materi. Berbeda dengan sistem Islam, dimana semua ada aturannya, termasuk memiliki bahan pangan yang banyak di tengah-tengah kelangkaan dan dengan tujuan ingin menjualnya dengan harga yang tinggi atau biasa disebut dengan menimbun barang. Islam melarang penimbunan makanan, Abu Umamah al-Bahili meriwayatkan bahwa “Nabi ﷺ telah melarang penimbunan makanan.” (HR. Hakim).
Sistem Islam memandang bahwa bahan pokok adalah hal yang utama, karena merupakan salah satu kebutuhan utama manusia yang wajib dipenuhi sebab jika sampai tidak terpenuhi akan mengakibatkan kematian. Walhasil, negara akan memperhatikan pengaturan dari berbagai aspek dalam upaya pemenuhan pangan dalam negeri. Dari mulai memastikan stok persediaan barang aman, pendistribusian yang tidak panjang, harga yang stabil bahkan negara tidak akan segan- segan memberikan sanksi bagi para oknum-oknum penimbunan barang.
Negara, memiliki kewajiban menjaga transaksi ekonomi rakyat agar jauh dari hal yang melanggar syariat. Penguasa tidak boleh mematok harga tetapi diserahkan pada mekanisme pasar. Seperti yang terjadi di masa Rasulullah saw. bahwa Anas bin Malik menuturkan pada masa Rasulullah saw. pernah terjadi kenaikan harga-harga yang tinggi. Lalu para sahabat berkata kepada Rasul, “Ya Rasulullah saw. tetapkan harga demi kami” Rasul saw. menjawab “Sesungguhnya Allahlah Zat Yang menetapkan harga, Yang menahan, Yang mengulurkan, dan yang Maha Pemberi rezeki. Sungguh, aku berharap dapat menjumpai Allah tanpa ada seorang pun yang menuntutku atas kezaliman yang aku lakukan dalam masalah darah dan tidak juga dalam masalah harta.” (HR. Abu Dawud)
Negara juga akan memastikan kelancaran pasokan barang dari mulai, para petani maupun sentral produksi agar cepat sampai kepada para konsumen. Langkah pertama, ditekankan pentingnya produksi kebutuhan barang pokok secara efesien, guna memastikan ketersediaan yang memadai dan harga yang terjangkau. Kedua, untuk menekan biaya produksi maka negara akan memberikan insentif dan kebijakan yang mendukung para produksi, contohnya menyediakan alat transportasi untuk pengangkutan barang pangan sampai ke pasar-pasar, menyediakan lahan dan alat-alat pertanian agar para petani tidak mengeluarkan biaya sewa, serta membebaskan pungutan berupa pajak.
Dan yang ketiga, negara berhak memaksa para penimbun untuk menjual barang dengan harga yang semestinya atau sewajarnya. Jika tidak maka negara tidak akan segan-segan memberi sanksi berupa kurungan atau denda kepada para oknum pedagang yang menimbun barangnya, karena jelas penimbunan selain dilarang dalam syariat Islam juga akan mengakibatkan kelangkaan bahkan sampai kelaparan. Demikianlah beberapa aturan Islam di negara yang menerapkan syariat Islam, untuk memastikan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Tujuannya bukan semata untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, tetapi juga untuk mencapai rida Allah Swt. melalui penerapan Islam dengan benar dan menyeluruh.
Wallahu a’lam bis shawab