(Arrahmah.com) – Tidak semua sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam adalah orang kaya. Ada sahabat yang terhitung golongan milyader, semisal Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awam, Rabi’ bin Sa’ad, atau Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhum. Ada sahabat yang memiliki kecukupan harta untuk menutupi kehidupan keluarganya, semisal Abu Bakar dan Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhum. Namun banyak pula sahabat yang hidupnya pas-pasan, bahkan terhitung kekurangan.
Islam tidak membeda-bedakan derajat antara orang kaya dan orang miskin. Islam menilai derajat mereka, kaya maupun miskin, dari keimanan dan ketakwaannya. Namun Islam juga memberi perintah yang sama kepada mereka, kaya maupun miskin, untuk melakukan amal-amal kebajikan. Termasuk perintah untuk infak di jalan Allah. Orang kaya dan orang miskin sama-sama dianjurkan untuk berinfak di jalan Allah. Tentu saja jumlah infak orang kaya tidak akan sama dengan jumlah infak orang miskin. Demikian pula wujud dari harta yang diinfakkan.
Dalam hal ini semangat infak fi sabilillah generasi shahabat radhiyallahu ‘anhum sudah seharusnya senantiasa kita pelajari dan kita teladani. Generasi sahabat memiliki semangat dan kesungguhan luar biasa untuk bisa berinfak di jalan Allah Ta’ala. Para sahabat yang kaya raya dengan rela hati menginfakkan harta mereka dalam jumlah yang sangat besar. Sementara itu para sahabat yang miskin rela menjadi kuli angkut barang di pasar, demi mendapatkan imbalan yang bisa mereka infakkan di jalan Allah. Mereka tidak ingin kalah berlomba dengan saudara-saudara mereka yang kaya raya.
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمَرَنَا بِالصَّدَقَةِ انْطَلَقَ أَحَدُنَا إِلَى السُّوقِ فَيُحَامِلُ فَيُصِيبُ الْمُدَّ وَإِنَّ لِبَعْضِهِمْ الْيَوْمَ لَمِائَةَ أَلْفٍ
Dari Abu Mas’ud Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam jika memerintahkan kami untuk bersedekah, maka salah seorang diantara kami (yang miskin) berangkat ke pasar dan menjadi kuli angkut, hingga ia mendapatkan upah satu mud (sekitar 7 ons) untuk ia sedekahkan. Namun kini sebagian orang pada zaman sekarang memiliki 100 ribu dirham (tapi ia kikir untuk bersedekah).” (HR. Bukhari no. 1416 dan Muslim no. 1018)
Setiap sahabat berusaha untuk mampu bersedekah dan berinfak di jalan Allah. Besar dan kecilnya nominal yang mereka infakkan sangat tergantung dengan kemampuan ekonomi mereka. Hanya orang-orang munafik yang kikir, enggan berinfak, sembari rajin berkomentar mengejek orang-orang yang berinfak.
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَلَمَّا نَزَلَتْ آيَةُ الصَّدَقَةِ كُنَّا نُحَامِلُ فَجَاءَ رَجُلٌ فَتَصَدَّقَ بِشَيْءٍ كَثِيرٍ فَقَالُوا مُرَائِي وَجَاءَ رَجُلٌ فَتَصَدَّقَ بِصَاعٍ فَقَالُوا إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنْ صَاعِ هَذَا فَنَزَلَتْ
Dari Abu Mas’ud Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu berkata: “Ketika turun ayat yang memerintahkan sedekah, maka kami menjadi kuli angkut di pasar [untuk mendapat upah yang bisa kami sedekahkan]. Ada sahabat yang datang dan mensedekahkan harta dalam jumlah yang besar, maka mereka [orang-orang munafik] berkomentar: ‘Orang ini ingin pamer’. Ada sahabat lainnya datang dengan sedekah satu sha’ [sekitar 2,5 kg] saja, maka mereka [orang-orang munafik] berkomentar: ‘Sungguh Allah tidak butuh pada sedekah yang hanya satu sha’ saja’. Maka turunlah ayat:
{ الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ }
“(Orang-orang munafik itu) Yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya…” [QS. At-Taubah [9]: 79] (HR. Bukhari no. 1415 dan Muslim no. 1018)
Saudaraku seislam dan seiman…
Allah Ta’ala Maha Melihat dan Maha Mengetahui apakah kita termasuk golongan orang yang kaya atau orang yang miskin. Jika kita termasuk golongan orang kaya, maka kewajiban kita adalah menginfakkan sejumlah besar harta kita di jalan Allah. Adapun jika kita termasuk golongan orang yang miskin, maka menjadi kuli angkut atau buruh kasar atau pekerjaan apapun yang halal, demi mendapatkan upah yang bisa kita infakkan adalah hal yang mulia. Mulia karena menjadi sarana amal shalih, dan generasi sahabat pun pernah melakukannya.
Sesungguhnya jutaan kaum muslimin yang menderita di Suriah, Gaza, Irak, Rohingnya, Somalia, dan lainnya menunggu-nunggu infak fi sabilillah kita. Semoga bulan suci Ramadhan ini tidak berlalu begitu saja tanpa ada sesuatu yang bisa kita lakukan untuk membuat mereka tersenyum bahagia. Tidak hanya doa, mereka juga memerlukan infak harta kita. Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhib al majdi/arrahmah.com)