JAKARTA (Arrahmah.com) – Rencana eksekusi mati terhadap gembong narkoba Adami Wilson alias Abu. Menimbulkan penolakan dari sejumlah pihak. Namun, dilain pihak hukuman mati dinilai layak dilaksanakan, khususnya kepada gembong narkotika, karena barang haram tersebut dapat merusak peradaban generasi.
Seperti dilansir detik.com, Koordinator Tim Pembela Muslim (TPM) Achmad Michdan, Sabtu (16/3/2013) menyatakan, pro-kontra mengenai hukuman mati kerap muncul. Terlebih lagi, pihak yang menolak eksekusi mati tersebut bertentang dengan hak hidup seseorang. Alasan lain menyebutkan, hanya Tuhan yang berhak mencabut nyawa seseorang.
“Bukan artinya hak hidup itu sama sekali tidak bisa disentuh, kalau dia memang melakukan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa, misalnya semacam kejahatan extra ordinary crime narkotika yang dapat merusak peradaban manusia, wajar saja hukuman mati diberlakukan,” ujar Michdan.
Namun demikian, eksekusi harus tetap berpedoman dan mengikuti sistematika alur hukum yang telah dirancang, singkat kata berdasarkan putusan dan keyakinan majelis hakim.
“Selagi ada bukti dan melalui putusan pengadilan tidak masalah. Asalkan orang tidak disiksa untuk mengaku bersalah, itu yang tidak diperbolehkan,” kata pengacara yang santer mendampingi terdakwa teroris ini.
Dia berpandangan Indonesia bak darurat narkoba. Indonesia menjadi sasaran empuk bandar dalam mengedarkan barang haram tersebut. Dengan maraknya peredaran, maka bandar membunuh generasi dan korban penyalahguna narkoba secara perlahan.
“Bandar juga membunuh orang, seperti genosida, dia membunuh banyak orang secara perlahan,” paparnya.
Michdan menambahkan, pembahasan mengenai HAM di Indonesia begitu banyak. Terdapat 10 bab yang membahas mengenai HAM dalam konstitusi negara. “Di negara lain tidak sebanyak itu, hanya di kita yang mencapai 10 bab mengenai HAM,” jelasnya.
“Di konstitusi kita diperbolehkan hukuman mati, yang penting itu berdasarkan undang-undang,” imbuh Michdan. (bilal/dtk/arrahmah.com)