JAKARTA (Arrahmah.com) – Penangkapan yang dilakukan Detasemen Khusus 88 (Densus 88) Mabes Polri terhadap tiga orang aktifis masjid di palmerah dan Kebon kacang, Jakarta Pusat, dinilai Tim Pembela Muslim (TPM) sebagai sebuah penculikan. Pasalnya, saat penangkapan mereka sama sekali tidak membawa surat penangkapan.
“Ini penculikan namanya, bukan penangkapan” ungkap Pengacara TPM, Ahmad Khalid saat Konferensi Pers dalam kunjungannya di Kantor MUI Pusat, Jakarta, kamis (1/11).
Surat penangkapan untuk Nanto dan Herman sendiri, bahkan baru diantarkan pada hari Rabu (31/10) kemarin yang dikirim melalui tukang Pos. Khalid, menduga Densus 88 baru tahu nama lengkap Nanto dan alamatnya justru setelah ia diinterogasi.
“Hukum apa ini, tidak profesional, surat penangkapan diantar setelah Densus tahu alamat rumah Nanto dari Nanto. Suratnya diantar melalui Pos,” kata Khalid dengan nada tinggi.
Khalid menambahkan, Davit, Herman dan Nanto ditangkap karena ketiga orang itu mengenal sosok bernama Basyir melalui facebook. Ketika pada Idul Adha yang lalu Basyir berkunjung ke rumah Davit dan Herman.
“Jadi karena mereka ini ketempatan Basyir saja. Jadi, siapaun pada saat itu berada disana, akan dibawa juga,” ujarnya.
Tuntut Polri minta maaf
Sementara itu, Davit mengaku selama ditahan Densus 88 ia diperlakukan secara baik dan tidak mendapatkan siksaan secara fisik. Hanya saja, saat penangkapan ia diborgol dan kepalanya ditutup yang sempat membuatnya trauma ,serta ia ditahan secara terpisah dengan sel kakaknya, Herman Setiyono dan Sunarto alias Nanto.
“Saya lihat Herman dan Nanto juga baik dan sehat-sehat saja,” kata Davit menjelaskan pertemuan ketika hendak dilepaskan.
TPM pun mendesak pihak Densus 88 Anti-Teror Mabes Polri untuk meminta maaf kepada Davit Ashari (19), yang menjadi korban salah tangkap.
Menurutnya, tindakan Densus 88 menangkap Davit, sudah menghancurkan nama baiknya baik di lingkungan rumah maupun sekolah.
“Karena penangkapan itu, nama Davit jadi jelek, baik di sekolah maupun lingkungan yang mengenal dia. Secara moral, Davit sudah rusak,” ujar Michdan, dikediaman Davit, di Palmerah.
Tambah Michdan, penangkapan dan penahanan yang dilakukan terhadap pelajar Sekolah Pelayaran Menengah Tri Arga 1 ini, sudah merampas hak kemerdekaannya.
“Pihak polisi sebaiknya meminta maaf secara personal. Tindakan mereka sudah membuat Davit jadi trauma. Dia juga belum mau sekolah,” pungkasnya.
Seperti diketahui, kunjungan ke MUI dilakukan keluarga Davit dan Nanto untukmeminta perlindungan terhadap keluarga meraka yang ditangkap semena-mena. Dalam kunjungan tersebut, mereka juga didampingi oleh TPM, FUI, dan Ustadz Muzakkir dari FPIS Solo. (bilal/arrahmah.com)