DELHI (Arrahmah.id) — Beberapa mahasiswa ditahan polisi India pada Rabu (25/1/2023) karena berkumpul dan menonton film dokumenter tentang Perdana Menteri Narendra Modi yang telah diblokir negara. Belum ada detail jumlah pelajar yang ditahan polisi.
Dilansir Reuters (25/1), penahanan dilakukan setelah kejadian serupa terjadi bahkan berujung kekerasan buntut para mahasiswa menyaksikan dokumenter yang mempertanyakan kepemimpinan Modi selama kerusuhan mematikan dua dekade lalu.
Modi menjabat sebagai menteri utama Gujarat pada Februari 2002 ketika sekelompok massa Muslim diduga membakar kereta yang membawa peziarah Hindu. Hal itu memicu salah satu pertumpahan darah agama terburuk di India.
Dalam serangan pembalasan di seluruh negara bagian, massa berkeliaran di jalanan selama berhari-hari dan menargetkan kelompok minoritas.
Kondisi itu membuat sedikitnya 1.000 orang tewas dan sebagian besar Muslim. Namun, aktivis menyebutkan jumlah korban sekitar 2.500.
Modi membantah tuduhan tidak berbuat banyak demi menghentikan kerusuhan. Modi kemudian dibebaskan pada 2012 setelah penyelidikan yang diawasi oleh Mahkamah Agung.
Petisi yang mempertanyakan pembebasannya ditolak pada 2022.
Kondisi tersebut yang digambarkan dalam dokumenter bertajuk India: The Modi Question. Pemerintah kemudian mengatakan dokumenter itu merupakan bagian propaganda. Sehingga, mereka memblokir penyebaran klip dari media sosial.
Namun, Federasi Pelajar India (SFI) berencana menayangkan film dokumenter tersebut di setiap negara bagian India.
“Mereka tidak akan menghentikan suara perbedaan pendapat,” kata Mayukh Biswas, sekretaris jenderal SFI, sayap mahasiswa Partai Komunis India (Marxis).
Namun, selalu ada gangguan yang ditemukan kala para pelajar atau mahasiswa hendak menyaksikan dokumenter tersebut, termasuk dari universitas yang melarang penayangan.
Tak hanya itu, mahasiswa Universitas Jawaharlal Nehru Delhi sempat dilempar batu bata saat hendak menonton. Listrik juga dipadamkan sekitar 30 menit sebelum pemutaran film.
“Jelas pemerintah yang memutus aliran listrik,” kata Ghosh, selaku perwakilan mahasiswa.
“Kami mendorong kampus-kampus di seluruh negeri untuk mengadakan pemutaran film sebagai tindakan perlawanan terhadap penyensoran ini.”
Derek O’Brien, anggota parlemen di majelis tinggi parlemen, berkicau pada akhir pekan lalu (21/1) bahwa oposisi “akan terus berjuang melawan penyensoran” sehubungan dengan pemblokiran berbagi klip dari film dokumenter di media sosial. (hanoum/arrahmah.id)