JAKART (Arrahmah.com) – Indonesia harus bergabung dengan India yang menolak negosiasi volume dan subsidi cadangan pangan dalam forum Konferensi Tingkat Menteri Ke-9 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Bahkan seharusnya Indonesia mempelopori negara-negara lain untuk memboikot apa yang dipaksakan dari negara-negara maju dengan dalih perdagangan bebas, demi melindungi rakyatnya yang mayoritas petani.
Indonesia for Global Justice bersama-sama dengan masyarakat sipil Indonesia dan India mendesak pemerintah Indonesia untuk tetap mempertahankan kepentingan petani dan kedaulatan pangan dalam perundingan World Trade Organization (WTO) tentang Paket Bali.
Desakan ini disampaikan pada pertemuan resmi antara Delegasi Pemerintah Indonesia dengan organisasi masyarakat sipil Indonesia dan India pada (5/12/2013) di sela-sela pertemuan World Trade Organization (WTO) di Nusa Dua, Bali.
Direktur Eksekutif IGJ Riza Damanik, menyampaikan bahwa, “Indonesia sebagai Ketua G33 dan tuan rumah pertemuan WTO dapat bekerjasama dengan India untuk merebut kembali haknya mewujudkan kedaulatan pangan, swasembada pangan, memberikan subsidi besar kepada petani dan nelayannya. Olehnya, skenario “peace clause” harus di tolak oleh keduanya,” lansir Mediaumat.com, Jumat (6/12/2013).
Bersamaan dengan itu, Afsar Jafri dari Focus on the Global South India menyatakan, “Jangan salahkan India atas kebuntuan di dalam isu food security. Apa yang diperjuangkan India adalah untuk mempertahankan kedaulatan pangannya dan meningkatkan kesejahteraan petani kecil”.
Pernyataan ini disampaikan ditengah kekhawatiran masyarakat terkait posisi Pemerintah Indonesia yang terus melakukan tekanan kepada Pemerintah India untuk dapat menyepakati peace clause yang akan merugikan pertanian demi keberhasilan Paket Bali, dan hendak mengorbankan pertanian dan kedaulatan pangannya.
Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdhatul Ulama telah meminta pemerintah RI untuk mendukung sikap India yang tidak ingin menegoisasikan masalah cadangan pangan demi membela kepentingan nasional, melindungi rakyat untuk mendapatkan harga pangan yang murah.
“Bagi rakyat Indonesia, lebih bermanfaat kalau KTM WTO Bali tidak menghasilkan kesepakatan,” kata Ketua PBNU K.H. Abbas Muin
Indonesia sebagian besar penduduknya masih mengandalkan sektor pertanian, dengan jumlah penduduk 250 juta, terbesar keempat di dunia. Persaingan dengan produk pangan impor akan berakibat pada matinya petani Indonesia yang memiliki daya saing lebih rendah.
“Indonesia bahkan harus tampil sebagai pemimpin yang memperjuangkan kepentingan negara berkembang,” kata Abbas.
Sebagai informasi, Proposal G33 merupakan proposal yang diajukan oleh India untuk mengubah aturan tentang public stockholding di dalam aturan WTO, sehingga negara berkembang dapat meningkatkan subsidi pertaniannya guna membantu petani miskin dan membantu pemenuhan pangan bagi orang miskin. Namun, usulan itu dihambat dengan skema peace clause yang diajukan oleh negara maju, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa. (azm/arrahmah.com)