PADANG (Arrahmah.com) – Usai rapat dengan berbagai pihak, seperti MUI Sumbar, Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau (MTKAAM), Libas, FPI Sumbar, Hizbut Tahrir, mahasiswa, Paga Nagari, tokoh masyarakat dan adat, dan belasan perwakilan ormas Islam, Forum Masyarakat Minangkabau Tolak Siloam (FMMTS) memutuskan untuk melakukan demo besar-besaran yang massanya berjumlah di atas 100 ribu orang.
Aksi unjuk rasa besar-besaran tersebut bertujuan menuntut Walikota Padang mencabut izin pembangunan proyek missionaris Kristen Superblock Lippo Group di Jalan Khatib Sulaiman yang terdiri dari Rumah Sakit Siloam, Sekolah Pelita Harapan, Hotel Arya Duta, dan mal.Namun, aksi besar-besaran tersebut belum ditentukan jadwalnya, karena FMMTS sedang menyusun rencana.
Hal ini dikatakan Koordinator FMMTS Yudilfan Habib, usai rapat yang dihadiri sekitar 60 peserta yang terdiri dari berbagai kalangan, di Masjid Nurul Iman Padang, Senin (16/12/2013).
“Untuk saat ini kami sedang berusaha mengumpulkan massa dengan cara membentuk sekretariat bersama di tiap-tiap kabupaten/kota di seluruh Sumatera Barat. Selain itu, kami juga mengumpulkan massa dengan cara menyosialisasikan kepada masyarakat untuk ikut dalam aksi tersebut. Karena selama ini masih ada masyarakat yang belum tahu apa itu Lippo Group dan apa bahayanya membangun superblock di Kota Padang,” ujar Yudilfan Habib, lansir Haluan Selasa (17/12/2013).
Habib menegaskan kepada para peserta rapat, agar tidak hanya fokus menolak Rumah Sakit Siloam dan melabeli penolakan dengan hanya menolak rumah sakitnya, karena sekolah, hotel, dan mal Lippo Group akan memberikan efek yang tidak kalah berbahaya dari rumah sakitnya.
Kepada masyarakat yang mendukung pembangunan Lippo Group, ia menjelaskan, efek pembangunan yang dipimpin oleh misionaris James T. Riyadi tersebut adalah efek jangka panjang. “Efek buruknya, yakni kristenisasi. Tidak terasa dalam waktu dekat, namun puluhan tahun ke depan, ketika generasi yang menolak pembangunan tersebut hari ini, sudah tidak ada lagi di kemudian hari,” ungkapnya.
Meski Walikota Padang Fauzi Bahar telah menyatakan bahwa Rumah Sakit Siloam juga telah diganti menjadi International Minangkabau Hospital, namun kaum Muslimin tetap menolak rencana pembangunan tersebut, karena inti penolakan bukan pada nama rumah sakit atau gedungnya, tapi pada misinya.
Habib juga menegaskan kepada pihak yang menyebutkan bahwa aksi dan pemberitaan penolakan Lippo Group mengandung unsur SARA, bahwa aksi tersebut justru digelar untuk mencegah terjadinya konflik SARA.
Sebab, jika nanti investasi Lippo Group telah berdiri, maka pro-kontra yang selama ini mengendap di bawah permukaan, kelak akan nyata. Pro-kontra yang nyata tersebut akan menyebabkan konflik SARA. Oleh karena itu, sebelum berdiri, masyarakat harus menolaknya bersama-sama jika memang tidak menginginkan konflik SARA.
“Pemerintah Kota Padang harusnya mencabut izin Lippo Group, untuk mencegah agar konflik SARA tersebut tidak terjadi,” tegasnya.(azm/arrahmah.com)