JENEWA (Arrahmah.id) — Cina kembali membantah laporan terkait adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap kelompok minoritas Muslim di Xinjiang, Uighur.
Berusaha membalikkan keadaan, Cina menggelar sebuah pameran foto berjudul “Xinjiang adalah tanah yang indah” di Jenewa, Swiss pada Senin (26/9/2022). Sebanyak 30 diplomat asing turut menghadiri acara tersebut.
“Pintu untuk Xinjiang terbuka. Selamat datang, selamat mengunjungi Xinjiang untuk merasakan keindahannya,” kata Perwakilan Tetap Cina di Kantor PBB Jenewa, Chen Xu, seperti dimuat ANI News (27/9).
Selama ini Cina telah dikritik secara global atas tindakannya terhadap Uighur dengan mengirim mereka ke kamp-kamp penahanan massal untuk menjalani pendidikan ulang atau indoktrinasi paksa.
Tetapi Beijing membantah dengan keras terlibat dalam pelanggaran HAM terhadap Uighur.
Banyak yang meyakini, sejak 2017, pihak berwenang Cina telah meningkatkan tindakan keras terhadap warga Uighur dan minoritas Turki lainnya di Xinjiang melalui penangkapan sewenang-wenang dan penahanan yang lama.
Diperkirakan 1,8 juta anggota kelompok-kelompok ini telah ditahan di kamp-kamp interniran, di mana beberapa mengalami pelanggaran HAM berat, berupa penyiksaan, pemerkosaan dan kerja paksa.
Sementara itu, penelitian yang baru diterbitkan telah memberikan bukti kuat bahwa Cina melakukan genosida lambat terhadap penduduk Uighur, karena persepsi Beijing terhadap komunitas tersebut sebagai ancaman keamanan nasional.
Seorang peneliti Cina, Adrian Zenz dan pengacara hukum internasional Erin Rosenberg menyatakan tindakan Cina terhadap Uighur sebagai genosida, berdasarkan bukti penindasan sistematis terhadap kelahiran.
Dalam publikasi peer-review mendatang di Central Asian Survey, Zenz menyajikan bukti baru yang komprehensif dan menarik berdasarkan pernyataan dan laporan yang diterbitkan dari akademisi dan pejabat Cina.
Pesan intinya adalah bahwa populasi Uighur seperti itu adalah ancaman yang membahayakan keamanan nasional Cina. Beijing telah mulai menekan tingkat kelahiran Uighur untuk “mengoptimalkan” rasio populasi etnis untuk tujuan kontraterorisme. Ini akan mengurangi pertumbuhan penduduk dengan mencegah antara 2,6 dan 4,5 juta kelahiran pada tahun 2040 di Xijiang selatan saja. (hanoum/arrahmah.id)