TEMANGGUNG (Arrahmah.com) – Sejumlah tokoh lintas agama melakukan pertemuan di Gereja Katolik Santo Petrus dan Paulus di Temanggung, Sabtu (12/3/2011), pascakerusuhan Temanggung 8 Februari 2011.
Pertemuan dengan tema “Indahnya Perbedaan dalam Bingkai Pancasila” tersebut antara lain dihadiri, Romo Dwi Nugroho Sulistyo, Pendeta Samuel, Gus Miftah dari Yogyakarta, Ketua GP Ansor Temanggung, Yami Blumut, dan Ketua Umum Jenderal Soedirman Center, Bugiakso.
Gereja Katolik Santo Petrus dan Paulus merupakan salah satu gereja yang menjadi korban amuk massa di Temanggung pascasidang penodaan agama di Pengadilan Negeri Temanggung Selasa (8/2).
Bugiakso mengatakan kerusuhan yang berbau SARA yang muncul di Indonesia belakangan ini karena masyarakat belum memahami benar Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Kami tidak sepakat jika ada klaim yang paling baik hanya satu agama saja, karena dalam Pancasila tidak seperti itu. Dalam Pancasila dijelaskan Ketuhanan yang Maha Esa. Perpecahan yang terjadi selama ini keliru memahami hal itu, jadi mereka tidak menyembah Tuhan, melainkan menyembah agama,”katanya.
Menurut dia, hal tersebut tidak sesuai dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, substansi yang tepat seharusnya menyembah Tuhan bukan menyembah agama. Ia meminta masyarakat jangan merasa paling benar dan paling baik. Indonesia di masa mendatang tidak boleh terpecah belah oleh kepentingan apa pun.
Ketua Ikatan Gus-Gus Yogyakarta, Gus Miftah, mengatakan, bangsa Amerika justru memahami betul makna Bhinneka Tunggal Ika. Terlihat dari pidato Presiden AS Barrack Obama saat memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia, Jakarta.
“Presiden AS justru memahami betul keanekaragaman dan perbedaan berbagai suku dalam masyarakat ini. Perbedaan itu seharusnya membuat bangsa Indonesia bersatu karena agama apa pun tidak pernah mengajarkan kebencian,” katanya.
Romo Dwi Nugroho Sulistyo, mengatakan, umat Katolik di Temanggung akan berusaha menjaga kerukunan di tingkat akar rumput. “Kami akan berupaya menjaga kerukunan di tingkat akar rumput. Kalau ada perbedaan seharusnya saling evaluasi,” kata Ketua Paroki Gereja Santo Petrus dan Paulus Temanggung ini.
Ia mengatakan, peristiwa kerusuhan Temanggung cuku mengejutkan. “Kami sempat bertanya-tanya siapa yang mengobok-obok ini. Jadi, terlihat seolah-olah ada masalah tapi sebenarnya tidak ada apa-apa. Selama ini kegembiraan masyarakat menjadi kegembiraan kami, kesusahan masyarakat pun jadi kesusahan kami,” katanya. (ant/arrahmah.com)