JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Umum Gerakan Nasional #AntiMiras (GeNAM), Fahira Idris memberikan dukungan pada Pomdam XVII/ Cenderawasih yang digugat PT. Sumber Makmur Jayapura (PT.SMJP).
Fahira menilai, langkah Pomdam XVII/Cen menahan dua kontainer berisi 1.200 kardus atau 9.700 liter minuman keras berbagai jenis, di Pelabuhan Jayapura sudah tepat.
“Lawan Pak!,” tandas Fahira melalui akun Twitternya @fahiraidris.
Fahira yang juga merupakan anggota DPD RI Dapil Jakarta ini menegaskan, tidak ada pelanggaran HAM yang dilakukan Pomdam XVII/Cen dalam hal ini.
Justru, lanjut Fahira, peredaran miras yang tidak terkendali inilah yang melanggar HAM anak-anak Indonesia.
“Sudah berapa banyak orang, terutama generasi muda Indonesia yang mati karena miras (Mesin Pembunuh) ini,” jelasnya.
Untuk diketahui, Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Klas I-A Jayapura mengabulkan gugatan PT Sumber Makmur Jayapura (SMJP) terhadap Polisi Militer Kodam (Pomdam) XVII/ Cenderawasih TNI AD dan Satpol PP Provinsi Jayapura.
Rangkaian persidangan praperadilan sudah digelar sejak Jumat (21/9/2018).
Hakim menilai Pomdam telah melakukan perbuatan melawan hukum dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) lantaran menahan dua kontainer berisi 1.200 kardus atau 9.700 liter minuman keras berbagai jenis milik PT SMJP di Pelabuhan Jayapura.
Dalam putusannya, hakim meminta Satpol PP Jayapura segera mengembalikan ribuan liter miras tersebut, termasuk membayar biaya perkara.
Saat diklarifikasi terkait putusan ini, Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Muhammad Aidi, menganggap hakim praperadilan tidak mempertimbangkan hal-hal yang melemahkan gugatan PT SMJP.
Aidi menjelaskan, PT SMJP tidak bisa membuktikan legalitas miras milik mereka.
“Pemohon tidak dapat menunjukan bukti surat asli Surat Izin Tempat Usaha nomor :503/05440/PM & PTSP masa berlaku hingga 23 September 2018 dan 23 September 2019,“ jelas Kapendam XVII/Cen Kolonel Infanteri Muhammad Aidi.
Selain itu menurut Aidi, Pemohon juga tidak dapat menunjukan bukti surat yang asli dari Surat Penunjukkan Sub-Distributor dari PT. Sinar Makmur Timur Distibutor Nomor : 006/SPP/VII/2017 tanggal 21 Juli 2017, dan Surat Penunjukan dari PT. Delta Jakarta Tbk sebagai Distributor No. 010/L.SP-Distributor/Dirs/VIII/2016 tanggal 25 Agustus 2016.
“Ironis, saat Kodam berupaya membantu menegakkan aturan, menyelamatkan orang kepentingan bahkan masa depan orang banyak dari kejahatan peredaran Miras Ilegal, malah digugat,” tegas Aidi.
“Namun hal itu dinilai merupakan risiko dalam melaksanakan tugas,” sambungnya.
Aidi menambahkan, ketika upaya Pomdam mencegah dan menyelamatkan warga Papua ini dianggap melanggar HAM, namun pelaku pengedar Miras Ilegal yang akan merusak ratusan bahkan ribuan warga Papua justru dianggap benar dan tidak melanggar HAM.
“Dari putusan sidang maka dapat menggambarkan Pomdam dianggap melanggar HAM dan pengadilan lebih memilih menghukum pihak yang melakukan pelanggaran HAM terhadap 1 orang, yang mana orang tersebut telah dan berpotensi melakukan pelanggaran HAM bahkan merusak moral dan kehidupan terhadap ratusan bahkan ribuan orang,” tegasnya.
Aidi menjelaskan juga bahwa tindakan penahanan terhadap 2 kontainer miras tersebut telah berdasarkan Perda Provinsi Papua dan Pakta Integritas yang ditanda tangani hampir seluruh pejabat di Papua.
“Namun ternyata Perda Prov. Papua hanya sekedar retorika tanpa makna, nyatanya tidak bisa dipakai atau diaplikasikan di lapangan,” tegas alumni Akmil 1996 ini.
Lebih lanjut disampaikan, hampir seluruh pejabat di Papua mulai dari Gubernur sampai Ketua DPRD Kabupaten, termasuk Pangdam XVII/Cen telah menandatangani Pakta Integritas yang menyatakan peduli terhadap dampak negatif miras di Papua.
“Jika seperti ini, maka tandatangan Pakta Integritas tersebut, seolah-olah sekedar sensasi, karena PN sendiri turut tanda tangan’” ujar Aidi.
Dalam penjelasannya, Aidi menyampaikan bahwa Kodam XVII/Cen masih bisa tegak kepala karena menunjukan komitmennya, sementara itu PN dalam hal ini Hakim Tunggal Praperadilan menafikan bahwa PN harus wujudkan janji dan komitmen mereka sebagaimana isi Pakta Integritas yang mereka tanda tangani.
“Ini aneh, pihak yang tanda tangani dan menjalankan Fakta Integritas justru diputuskan bersalah oleh pihak lainnya yang sama tanda tangani Pakta Integritas tersebut” jelas Aidi.
Menurutnya, bila Pomdam dianggap salah prosedur, lantas prosedur apa yang dilanggar karena Pomdam juga bertindak sesuai prosedur dan Perda maupun Pakta Integritas tersebut? Apakah cukup, hanya karena salah prosedur kemudian barang ilegal tersebut dianggap legal untuk kemudian mereka perjualbelikan secara bebas?
Terkait upaya penegakan aturan Perda dan Pakta Integritas dalam hal peredaran miras, Aidi menjelaskan bahwa masalah Miras di Papua merupakan tanggungjawab bersama dan upaya pemberantasan Miras Ilegal oleh TNI AD juga pada dasarnya dilindungi undang-undang yaitu tugas perbantuan kepada Pemda dan Polri.
“Kita semua harus sungguh-sungguh untuk memberantas peredaran miras dan menegakan Perda dan Pakta Integritas, jika tidak maka niscaya hal-hal seperti ini akan dijadikan pembenaran peredaran produk ilegal yang membahayakan masyarakat,” jelas Aidi
“Jika seperti ini, barang ilegal yang di depan mata tidak perlu lagi diendus, diintai di sweeping dan lain sebagainya. Atau apakah aparat yang berwewenang hanya membiarkan barang tersebut beredar bebas ke masyarakat?,” ucap Kapendam balik bertanya.
Aidi juga mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada para pihak yang memiliki moral dan ketulusan, peduli terhadap keselamatan masyarakat dari pengaruh negatif miras, dan selama ini telah mendukung Kodam dalam tindakannya.
“Diantaranya adalah tokoh-tokoh agama atau FKUB, Tokoh Masyarakat, Gerakan Pemuda Anti Miras dan pihak-pihak lain yang tidak bisa kami sebutkan satu per persatu,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)
JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Umum Gerakan Nasional #AntiMiras (GeNAM), Fahira Idris memberikan dukungan pada Pomdam XVII/ Cenderawasih yang digugat PT. Sumber Makmur Jayapura (PT.SMJP).
Fahira menilai, langkah Pomdam XVII/Cen menahan dua kontainer berisi 1.200 kardus atau 9.700 liter minuman keras berbagai jenis, di Pelabuhan Jayapura sudah tepat.
“Lawan Pak!,” tandas Fahira melalui akun Twitternya @fahiraidris.
Fahira yang juga merupakan anggota DPD RI Dapil Jakarta ini menegaskan, tidak ada pelanggaran HAM yang dilakukan Pomdam XVII/Cen dalam hal ini.
Justru, lanjut Fahira, peredaran miras yang tidak terkendali inilah yang melanggar HAM anak-anak Indonesia.
“Sudah berapa banyak orang, terutama generasi muda Indonesia yang mati karena miras (Mesin Pembunuh) ini,” jelasnya.
Untuk diketahui, Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Klas I-A Jayapura mengabulkan gugatan PT Sumber Makmur Jayapura (SMJP) terhadap Polisi Militer Kodam (Pomdam) XVII/ Cenderawasih TNI AD dan Satpol PP Provinsi Jayapura.
Rangkaian persidangan praperadilan sudah digelar sejak Jumat (21/9/2018).
Hakim menilai Pomdam telah melakukan perbuatan melawan hukum dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) lantaran menahan dua kontainer berisi 1.200 kardus atau 9.700 liter minuman keras berbagai jenis milik PT SMJP di Pelabuhan Jayapura.
Dalam putusannya, hakim meminta Satpol PP Jayapura segera mengembalikan ribuan liter miras tersebut, termasuk membayar biaya perkara.
Saat diklarifikasi terkait putusan ini, Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Muhammad Aidi, menganggap hakim praperadilan tidak mempertimbangkan hal-hal yang melemahkan gugatan PT SMJP.
Aidi menjelaskan, PT SMJP tidak bisa membuktikan legalitas miras milik mereka.
“Pemohon tidak dapat menunjukan bukti surat asli Surat Izin Tempat Usaha nomor :503/05440/PM & PTSP masa berlaku hingga 23 September 2018 dan 23 September 2019,“ jelas Kapendam XVII/Cen Kolonel Infanteri Muhammad Aidi.
Selain itu menurut Aidi, Pemohon juga tidak dapat menunjukan bukti surat yang asli dari Surat Penunjukkan Sub-Distributor dari PT. Sinar Makmur Timur Distibutor Nomor : 006/SPP/VII/2017 tanggal 21 Juli 2017, dan Surat Penunjukan dari PT. Delta Jakarta Tbk sebagai Distributor No. 010/L.SP-Distributor/Dirs/VIII/2016 tanggal 25 Agustus 2016.
“Ironis, saat Kodam berupaya membantu menegakkan aturan, menyelamatkan orang kepentingan bahkan masa depan orang banyak dari kejahatan peredaran Miras Ilegal, malah digugat,” tegas Aidi.
“Namun hal itu dinilai merupakan risiko dalam melaksanakan tugas,” sambungnya.
Aidi menambahkan, ketika upaya Pomdam mencegah dan menyelamatkan warga Papua ini dianggap melanggar HAM, namun pelaku pengedar Miras Ilegal yang akan merusak ratusan bahkan ribuan warga Papua justru dianggap benar dan tidak melanggar HAM.
“Dari putusan sidang maka dapat menggambarkan Pomdam dianggap melanggar HAM dan pengadilan lebih memilih menghukum pihak yang melakukan pelanggaran HAM terhadap 1 orang, yang mana orang tersebut telah dan berpotensi melakukan pelanggaran HAM bahkan merusak moral dan kehidupan terhadap ratusan bahkan ribuan orang,” tegasnya.
Aidi menjelaskan juga bahwa tindakan penahanan terhadap 2 kontainer miras tersebut telah berdasarkan Perda Provinsi Papua dan Pakta Integritas yang ditanda tangani hampir seluruh pejabat di Papua.
“Namun ternyata Perda Prov. Papua hanya sekedar retorika tanpa makna, nyatanya tidak bisa dipakai atau diaplikasikan di lapangan,” tegas alumni Akmil 1996 ini.
Lebih lanjut disampaikan, hampir seluruh pejabat di Papua mulai dari Gubernur sampai Ketua DPRD Kabupaten, termasuk Pangdam XVII/Cen telah menandatangani Pakta Integritas yang menyatakan peduli terhadap dampak negatif miras di Papua.
“Jika seperti ini, maka tandatangan Pakta Integritas tersebut, seolah-olah sekedar sensasi, karena PN sendiri turut tanda tangan’” ujar Aidi.
Dalam penjelasannya, Aidi menyampaikan bahwa Kodam XVII/Cen masih bisa tegak kepala karena menunjukan komitmennya, sementara itu PN dalam hal ini Hakim Tunggal Praperadilan menafikan bahwa PN harus wujudkan janji dan komitmen mereka sebagaimana isi Pakta Integritas yang mereka tanda tangani.
“Ini aneh, pihak yang tanda tangani dan menjalankan Fakta Integritas justru diputuskan bersalah oleh pihak lainnya yang sama tanda tangani Pakta Integritas tersebut” jelas Aidi.
Menurutnya, bila Pomdam dianggap salah prosedur, lantas prosedur apa yang dilanggar karena Pomdam juga bertindak sesuai prosedur dan Perda maupun Pakta Integritas tersebut? Apakah cukup, hanya karena salah prosedur kemudian barang ilegal tersebut dianggap legal untuk kemudian mereka perjualbelikan secara bebas?
Terkait upaya penegakan aturan Perda dan Pakta Integritas dalam hal peredaran miras, Aidi menjelaskan bahwa masalah Miras di Papua merupakan tanggungjawab bersama dan upaya pemberantasan Miras Ilegal oleh TNI AD juga pada dasarnya dilindungi undang-undang yaitu tugas perbantuan kepada Pemda dan Polri.
“Kita semua harus sungguh-sungguh untuk memberantas peredaran miras dan menegakan Perda dan Pakta Integritas, jika tidak maka niscaya hal-hal seperti ini akan dijadikan pembenaran peredaran produk ilegal yang membahayakan masyarakat,” jelas Aidi
“Jika seperti ini, barang ilegal yang di depan mata tidak perlu lagi diendus, diintai di sweeping dan lain sebagainya. Atau apakah aparat yang berwewenang hanya membiarkan barang tersebut beredar bebas ke masyarakat?,” ucap Kapendam balik bertanya.
Aidi juga mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada para pihak yang memiliki moral dan ketulusan, peduli terhadap keselamatan masyarakat dari pengaruh negatif miras, dan selama ini telah mendukung Kodam dalam tindakannya.
“Diantaranya adalah tokoh-tokoh agama atau FKUB, Tokoh Masyarakat, Gerakan Pemuda Anti Miras dan pihak-pihak lain yang tidak bisa kami sebutkan satu per persatu,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)