(Arrahmah.com) – Keju sudah dikenal lama. Indikasi tertua tentang pembuatan keju ditemukan pada lukisan yang ada di gua yang dibuat pada tahun 5000 sebelum masehi.
Diperkirakan awal mula pembuatan keju ditemukan secara tidak sengaja dimana pada saat itu para nomaden (suku yang suka berpindah pindah) yang sedang melakukan perjalanan di musim panas menyimpan susu pada kantong kulit yang terbuat dari perut hewan ruminansia (hewan yang makan rumput-rumputan).
Tanpa disadari ternyata susu yang dibawa tersebut menggumpal dan berubah menjadi produk yang kita kenal sebagai keju sekarang ini.
Keju sangat populer di Amerika dan Eropa dimana 80% konsumsi keju dunia ada di kedua daerah ini. Akan tetapi pada saat ini terdapat perkembangan kenaikan konsumsi keju di Jepang, Amerika Selatan dan Asia Tenggara.
Di Indonesia, walaupun keju tidak terlalu populer, akan tetapi keju digunakan pada cukup banyak produk seperti roti-rotian, kueh-kuehan, dll, bahkan makanan asal Itali yang banyak menggunakan keju seperti pizza dan spageti juga sudah populer disini.
Oleh karena itu, bagi konsumen muslim perlu mengetahui bagaimana keju dibuat, apa hasil samping pembuatan keju dan dimana titik kritis kehalalannya.
Cara Pembuatan Keju
Bahan utama untuk membuat keju adalah susu, paling banyak susu sapi, setelah itu susu kambing sebagai kedua terbanyak.
Jenis keju sangat banyak sekali bisa mencapai puluhan, bahkan mungkin ratusan, oleh karena itu cara pembuatannya sangat bervariasi sekali. Walaupun demikian, pada dasarnya keju dibuat melalui 5 tahap yaitu: 1) persiapan susu, 2) koagulasi atau penggumpalan susu dengan menggunakan enzim atau asam yang akan menghasilkan curd (bagian susu yang terkoagulasi atau tergumpalkan) dan whey (bagian susu yang dalam bentuk cairan setelah curd terbentuk dan dipisahkan), 3) pemisahan whey untuk mendapatkan curd, 4) pengolahan curd dan 5) pematangan keju.
Pada tahap persiapan susu dilakukan penjernihan susu agar diperoleh susu yang bebas dari kotoran, standarisasi komposisi susu, dan pasteurisasi (pemanasan pada suhu dan waktu tertentu) untuk membunuh bakteri patogen (kuman yang dapat menyebabkan penyakit) dan sebagian bakteri yang dapat merusak susu.
Tahap koagulasi atau penggumpalan susu adalah tahap yang kritis dari segi kehalalan keju. Hal ini karena untuk menggumpalkan susu diperlukan bahan yang bisa membuat keju menjadi tidak halal seperti akan dijelaskan berikut ini.
Pada dasarnya ada tiga metoda yang biasa dilakukan pada tahap koagulasi susu ini. Metoda pertama, metoda yang paling banyak digunakan dalam pembuatan berbagai jenis keju, yaitu dengan menggunakan enzim (enzim adalah suatu protein yang mempunyai kemampuan mempercepat reaksi biologis) yang mampu menggumpalkan susu (disebut juga sebagai koagulan).
Koagulan yang pertama-tama digunakan adalah yang berasal dari perut sapi muda (anak sapi) yang disebut dengan rennet. Pada saat ini rennet diperoleh dari bukan hanya perut sapi muda akan tetapi juga perut sapi dewasa, anak kambing, kambing dewasa, domba dan babi.
Disamping itu, koagulan juga ada yang berasal dari mikroorganisma, tumbuh-tumbuhan dan hasil fermentasi GMO (Genetically-Modified Organism, mikroorganisma yang telah diubah genetiknya).
Sebagai tambahan, pada prakteknya penggunaan koagulan rennet ini biasanya dilakukan bersama-sama dengan penambahan bakteri asam laktat yang digunakan pada metode kedua.
Penambahan bakteri asam laktat ini ditujukan bukan hanya untuk menghasilkan asam yang akan memudahkan proses penggumpalan susu akan tetapi juga dimaksudkan untuk menghasilkan flavor (citarasa) tertentu.
Dari segi kehalalan, penggunaan koagulan yang berasal dari hewan jelas rawan menghasilkan keju yang tidak halal karena disamping bisa berasal dari babi juga bisa berasal dari sapi atau kambing yang tidak disembelih secara Islami (sebagian besar koagulan diproduksi oleh negara maju non muslim). Hal ini karena koagulan dari hewan ini disamping bisa tidak halal juga bercampur dengan keju yang dihasilkan.
Oleh karena itu yang relatif aman adalah jika koagulannya berasal dari tumbuh-tumbuhan, mikroorganisma atau hasil fermentasi GMO dimana pada fermentasinya digunakan media (tempat pertumbuhan dan sumber makanan mikroorganisma) yang halal.
Sayang sekali, pada saat ini yang paling banyak digunakan adalah koagulan yang berasal dari hewan, akan tetapi seiring dengan permintaan, koagulan yang berasal dari mikroorganisma meningkat penggunaannya.
Di pasaran, khususnya di luar negeri, keju yang dibuat dengan menggunakan koagulan yang berasal dari mikroorganisma (dalam bahasa Inggris disebut microbial rennet) dapat dikenali dengan membaca informasi di kemasan keju tersebut, di daftar ingredien akan disebutkan microbial rennet. Informasi ini diperlukan bagi mereka yang menghindari koagulan yang berasal dari hewan yaitu kalangan vegetarian dan muslim.
Metoda kedua yang digunakan untuk menggumpalkan susu yaitu dengan menggunakan asam yang dapat dihasilkan oleh bakteri asam laktat yang ditambahkan kedalam susu, atau dengan menggunakan asam organik seperti asam sitrat, asam asetat, asam tartarat atau whey yang telah diasamkan.
Metoda kedua ini diterapkan dalam produksi keju Cottage dan keju Cream. Bakteri asam laktat mula-mula ditumbuhkan dulu dalam suatu media (tempat pertumbuhan dan sumber makanan mikroorganisma), dipekatkan, dibekukan atau dikeringbekukan, kemudian bakteri yang masih mengandung media inilah yang akhirnya dicampurkan kedalam susu.
Dari segi kehalalan perlu dicermati media yang digunakan karena biasanya terdiri dari komponen susu dan nutrien lain seperti ekstrak khamir (yeast extract), mineral dan vitamin. Komponen susu yang perlu dicermati adalah whey karena bisa tidak halal seperti akan dijelaskan kemudian. Ekstrak khamir bisa tidak halal jika diperoleh sebagai hasil samping industri bir, atau jika untuk memproduksinya menggunakan media yang mengandung bahan yang tidak halal.
Metode ketiga yang digunakan untuk menggumpalkan susu yaitu dengan menggunakan asam dan pemanasan yang tinggi. Metoda ini diterapkan misalnya dalam pembuatan keju Ricota dan Queso blanco.
Setelah tahap koagulasi dimana akan dihasilkan curd maka tahap selanjutnya adalah pemisahan curd dengan cairan yang disebut dengan whey.
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk pemisahan curd ini yaitu menempatkan curd pada kain lalu whey dibiarkan menetes keluar dari kain atau memasukkan curd kedalam suatu cetakan dan whey keluar dari cetakan.
Untuk mengeluarkan whey dari kain atau cetakan dapat digunakan tekanan. Banyaknya pengeluaran whey dari curd disesuaikan dengan jenis keju yang akan dibuat, sebagai contoh untuk pembuatan keju lunak maka pengeluaran whey tidak sebanyak pada pembuatan keju keras.
Cara lain untuk mengeluarkan whey yaitu dengan cara memotong-motong curd yang masih ada didalam tangki penggumpalan terlebih dahulu, dilakukan pengadukan (sering dibarengi dengan pemanasan sampai suhu sedang), baru curd dipindahkan kedalam cetakan dan whey dikeluarkan lebih lanjut dengan menggunakan tekanan.
Tahap pengolahan curd dilakukan tergantung pada jenis keju yang akan dihasilkan. Pada tahap ini dapat dilakukan penambahan garam atau perendaman dalam larutan garam; penambahan kapang (jamur) seperti pada pembuatan keju Camembert/Brie; pengepresan (untuk menghasilkan keju Gouda dan Edam); pemanasan, pengadonan dan penarikan (stretching) seperti pada pembuatan keju pasta filata (keju pizza atau Mozarella), dll.
Tahap terakhir pada pembuatan keju yaitu tahap pematangan. Tahap ini tidak dilakukan untuk beberapa jenis keju seperti keju pasta filata (Mozarella), cottage dan cream.
Untuk kebanyakan jenis-jenis keju lainnya tahap pematangan dilakukan dimana pada tahap ini keju disimpan pada suhu rendah dan kelembaban tinggi dengan kisaran waktu pemeraman dari mulai 1-2 minggu sampai 8 bulan, tergantung jenis keju yang diproduksi.
Pada intinya pemeraman dimaksudkan untuk menumbuhkan mikroorganisma yang diinginkan dan menghambat yang tidak diinginkan. Hal ini berkaitan dengan pembentukan flavor (citarasa) yang diinginkan disamping juga tekstur (kekerasan) yang sesuai.
Pada pembuatan keju juga sering ditambahkan enzim selama pembuatannya dengan maksud untuk menghasilkan flavor yang disukai. Enzim yang ditambahkan kebanyakan proteinase (enzim yang memecah protein) dan kadang-kadang lipase (enzim yang memecah lemak). Kedua jenis enzim ini dapat berasal dari hewan selain dapat diperoleh juga dari mikroorganisma. Dengan demikian, penambahan enzim ini menambah titik kritis kehalalan keju.
Keju Olahan (Processed Cheese)
Yang dimaksud dengan keju olahan adalah keju yang diolah lebih lanjut dengan menambahkan bahan bahan lain sehingga menjadi bentuk yang lebih siap pakai yaitu dalam bentuk lembaran dan dalam bentuk pasta yang mudah dioleskan.
Kedua bentuk ini sering dimakan bersama-sama dengan roti, roti ditambah dengan keju lembaran atau roti yang dioles dengan keju pasta. Keju olahan dibuat dengan cara mencampurkan keju (yang telah digiling) dengan pengemulsi (emulsifier) dan bahan komponen susu seperti lemak susu, krim, whey atau susu bubuk.
Bahan campuran ini dipanaskan (suhu 70-80oC) sampai teraduk homogen lalu dijadikan lembaran atau pasta. Kehalalan keju olahan tergantung pada keju, pengemulsi dan whey yang digunakan. Ketiga bahan ini bisa tidak halal tergantung dari cara pembuatannya.
Hasil samping industri keju
Hasil samping indutsri keju yang utama yaitu whey dan laktosa. Whey banyak digunakan di industri pangan, diantaranya pada produk-produk susu (susu bubuk, makanan bayi, yoghurt, dll), biskuit, sup, saus, confectionary, produk daging (sosis, hamburger), dll.
Fungsi whey pada produk produk ini yaitu menambah gizi (protein), pembentuk gel, memperbaiki tekstur, pengemulsi, pengental, pengikat air, dll. Laktosa adalah salah satu jenis gula yang berasa manis, banyak digunakan pada produk-produk susu.
Kehalalan whey dan laktosa tergantung pada jenis koagulan yang digunakan dalam proses penggumpalan susu untuk menghasilkan curd dan whey (laktosa terkandung didalam whey, setelah whey diperoleh kemudian laktosa dipisahkan dari whey).
Jika menggunakan koagulan yang berasal dari hewan maka whey dan laktosa ini bisa tidak halal. Oleh karena itu baik keju, whey maupun laktosa termasuk kedalam kategori bahan pangan yang status kehalalannya syubhat karena bisa halal, bisa juga tidak halal seperti dijelaskan dalam proses pembuatan bahan bahan ini.
Dr. Ir. Anton Apriyantono
Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Bakrie
Sumber : Fanpage Komunitas Halal-Baik-Enak
(ameera/arrahmah.com)