NEW YORK (Arrahmah.com) – Pemuda Muslim yang ditangkap setelah seorang gurunya mengira jam buatannya itu adalah sebuah bom bertemu dengan Perdana Menteri Turki, pada Jum’at (25/9/2015), ungkap ayahnya, sebagaimana dilansir oleh Al Bawaba, Sabtu (26/9).
Muhammad Elhassan Muhammad mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa keluarganya menerima undangan dari Turken Foundation untuk berpartisipasi dalam acara makan bersama pada Jum’at malam yang juga dihadiri oleh Perdana Menteri Ahmet Davutoglu, yang mengunjungi New York dalam acara pertemuan Dewan Umum PBB yang ke 70.
Davutoglu menyambut Ahmad Muhammad, (14), di New York di sebuah acara yang diselenggarakan oleh Turken Foundation, yang mendukung pelajar dan mahasiswa Turki yang belajar di AS. Davutoglu berada di kota itu untuk menghadiri pertemuan PBB.
Turken Foundation, yang didirikan pada tahun 2014 di Amerika Serikat oleh dua yayasan besar Turki, Ensar Foundation (didirikan pada tahun 1979) dan TURGEV (didirikan pada tahun 1996), bertujuan untuk membantu pelajar dengan cara memberikan beasiswa, akomodasi dan program budaya lainnya dalam rangka meningkatkan proses pendidikan mereka di Amerika Serikat, lansir Daily Sabah, Sabtu (26/9).
Ayah Ahmad, Muhammad Elhassan Muhammad, mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa keluarganya sangat berterimakasih atas dukungan Turki.
“Apa yang terjadi dengan anak saya adalah sesuatu yang konyol,” katanya. “Kau menuduh seorang Muslim karena ia adalah seorang Muslim. Kita perlu agar semua Islamofobia ini dihentikan.”
Ahmad Muhammad juga berfoto “selfie” dengan perdana menteri Turki dan istrinya Sare.
Setelah pertemuan tersebut, Ahmad berbagi foto selfie-nya dengan perdana menteri dan istrinya Sare di profil Twitter-nya dengan judul, “Itu suatu kehormatan bertemu perdana menteri dan istrinya”.
Remaja Muslim AS keturunan Sudan itu menjadi berita utama internasional pekan lalu ketika ia diborgol, ditangkap dan dinterogasi oleh polisi setelah jam buatannya yang dibawa ke sekolah dikira bom tiruan.
Insiden itu terjadi pada saat gelombang Islamophobia semakin meningkat, dan telah memicu perdebatan seputar kebebasan beragama di Amerika Serikat.
“Kami adalah Muslim. Kita saling berbagi rasa sakit. Kami benar-benar memohon kepada Allah untuk memberkati orang-orang Turki.”, kata ayah Ahmad.
(ameera/arrahmah.com)