CIANJUR (Arrahmah.id) – Petugas penyelamat di Indonesia berlomba untuk menjangkau orang-orang yang masih terperangkap di reruntuhan sehari setelah gempa bumi menghancurkan sebuah kota di Jawa Barat, menewaskan puluhan orang dan melukai ratusan orang saat bangunan runtuh.
Dedi Prasetyo, seorang juru bicara kepolisian, mengatakan kepada kantor berita Antara pada Selasa (22/11/2022) bahwa ratusan petugas polisi bergabung dalam upaya penyelamatan di kota Cianjur, yang paling dekat dengan pusat gempa berkekuatan 5,6 skala Richter. Kota berpenduduk 175.000 orang ini terletak di daerah pegunungan di Jawa Barat, provinsi berpenduduk paling padat di Indonesia.
“Surat perintah tugas utama personel hari ini fokus mengevakuasi korban,” kata Prasetyo.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan sedikitnya 162 orang tewas dalam gempa hari Senin, banyak dari mereka adalah anak-anak, dengan lebih dari 300 orang terluka. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga mengonfirmasi jumlah korban tersebut.
Gubernur memperingatkan beberapa warga tetap terjebak di tempat-tempat terpencil, dan jumlah korban tewas bisa bertambah.
Pihak berwenang beroperasi “dengan asumsi bahwa jumlah korban luka dan kematian akan meningkat seiring waktu”, katanya.
Beberapa yang meninggal adalah santri di sebuah pesantren, sementara yang lain meninggal di rumah mereka sendiri ketika atap dan tembok runtuh menimpa mereka.
“Kamar itu runtuh dan kaki saya terkubur di bawah reruntuhan. Semuanya terjadi begitu cepat,” kata siswa berusia 14 tahun Aprizal Mulyadi kepada kantor berita AFP. Dia mengatakan ditarik ke tempat aman oleh temannya, Zulfikar, yang kemudian meninggal setelah terjebak di bawah reruntuhan.
“Saya sangat terpukul melihatnya seperti itu, tapi saya tidak bisa membantunya karena kaki dan punggung saya cedera,” katanya.
Semalam, sebuah tempat parkir rumah sakit di Cianjur dibanjiri oleh para korban, beberapa dirawat di tenda darurat, yang lain memasang infus di trotoar, sementara petugas medis menjahit pasien di bawah senter.
“Semuanya runtuh di bawah saya,” kata Cucu, seorang warga berusia 48 tahun yang pergi ke rumah sakit, kepada Reuters.
“Dua anak saya selamat, saya gali. Dua lagi saya bawa ke sini, dan satu masih hilang,” katanya sambil menangis.
Tanah longsor, pemadaman listrik
Melaporkan dari rumah sakit RSUD Sayang, Jessica Washington dari Al Jazeera mengatakan para pekerja medis terpaksa merawat pasien di tempat parkir gedung karena gempa pada Senin telah meninggalkan retakan yang luas di dindingnya.
“Sejak kami tiba di dini hari, kami mendengar suara ambulans yang terus-menerus terdengar saat petugas kesehatan berusaha menjangkau mereka yang membutuhkan,” katanya.
“Banyak korban di rumah sakit ini adalah anak-anak dengan cedera kepala. Banyak anak juga mengalami patah tulang dan pejabat mengatakan puluhan orang telah meninggal di sini.”
Save the Children Indonesia mengatakan sedang mengerahkan tim ke Cianjur pada Selasa untuk menilai dampak bencana dan menentukan kebutuhan anak-anak dan orang dewasa yang terkena dampak. Selain itu juga menyiapkan tenda sekolah, perlengkapan sekolah, perlengkapan rekreasi pendidikan, dan perlengkapan kebersihan keluarga untuk dibagikan.
Di SMP 5, salah satu sekolah tempat Save the Children bekerja di Jawa Barat, guru Mia Saharosa mengatakan semua orang terpaksa mengungsi selama pelajaran berlangsung.
“Sempat kaget kami semua karena terjadi di tengah proses pembelajara. Kami semua berkumpul di lapangan, anak-anak ketakutan dan menangis, mengkhawatirkan keluarganya di rumah. Kami saling berpelukan, saling menguatkan, dan terus berdoa,” katanya seperti dikutip oleh lembaga swadaya masyarakat itu dalam sebuah pernyataan.
Gempa yang terasa kuat sekitar 75 km (45 mil) jauhnya di ibu kota Jakarta, merusak sedikitnya 2.200 rumah. Sekitar 13.000 orang dibawa ke tempat penampungan evakuasi, menurut gubernur.
Di tempat penampungan di desa Ciherang dekat Cianjur, Nunung, seorang wanita berusia 37 tahun, mengatakan bahwa dia telah menarik dirinya dan putranya yang berusia 12 tahun dari puing-puing rumah mereka yang runtuh.
“Saya berteriak minta tolong karena tidak ada yang datang membantu kami, saya harus membebaskan diri dengan menggali,” katanya kepada AFP, wajahnya berlumuran darah kering.
“Tidak ada yang tersisa, tidak ada yang bisa kuselamatkan selain pakaian di punggung kami.”
Upaya penyelamatan diperumit oleh pemadaman listrik di beberapa daerah, dan lebih dari 80 gempa susulan.
Mengangkangi apa yang disebut Ring of Fire, zona seismik aktif di mana lempeng-lempeng berbeda di kerak bumi bertemu, Indonesia memiliki sejarah gempa bumi dan letusan gunung berapi yang dahsyat.
Pada September 2018, gempa berkekuatan 7,5 skala Richter melanda perairan dangkal kota Palu di Sulawesi, memicu tsunami, likuifaksi, dan tanah longsor yang menghancurkan kota tersebut dan menewaskan lebih dari 4.000 orang.
Pada Desember 2004, gempa bumi berkekuatan 9,1 SR di lepas pantai pulau Sumatera di Indonesia bagian barat memicu tsunami raksasa yang melanda 14 negara di sekitar Samudera Hindia, menewaskan 226.000 orang, lebih dari setengahnya di Indonesia. (haninmazaya/arrahmah.id)