JAKARTA (Arrahmah.com) – Tim Pembela Muslim (TPM) menyesalkan sejumlah pihak yang selalu mengaitkan peristiwa bom dengan Ustadz Abu Bakar Ustadz Ba’asyir.
“Jangan selalu kaitkan bom dengan Ustadz Ba’asyir,” kata Ketua Dewan Pembina Tim Pembela Muslim (TPM) Pusat, Mahendradatta, menanggapi pemboman di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Jalan Arif Rahman Hakim, Solo, Jawa Tengah, pada Ahad (25/9/2011).
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa selain merugikan ustadz Ba’asyir, pembentukan opini seperti itu bisa menghambat penyelidikan, karena polisi selalu mempersonifikasi Ustadz Ba’asyir sebagai dalang di balik bom.
Mahendradatta mengungkapkan rangkaian peristiwa pemboman semakin banyak terjadi justru saat Ustadz Ba’asyir di dalam tahanan.
“Lihat saja. Ada bom buku, kemudian bom Cirebon, dan terakhir bom Solo ini,” tuturnya.
Mahendra juga mengatakan, Ustadz Ba’asyir belum dapat menanggapi terkait peristiwa bom Solo. Di tahanan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri Pimpinan Pondok Pesantren Ngruki tersebut dilarang memakai alat komunikasi.
“Dia bukan tahanan korupsi yang bisa bawa HP,” ujarnya.
Namun, saat Lebaran, Ustadz Ba’asyir pernah mengatakan selama “mastermind” belum ditangkap, rangkaian bom akan terus terjadi. Ustadz Ba’asyir mensinyalir, mastermind tersebut berada di luar negeri.
“Detonator bom itu tidak mudah dibuat. Pasti setingan dari luar negeri,” ujar Mahendra mengutip perkataan Ustadz Ba’asyir.
Namun demikian, Ustadz Ba’asyir enggan mengungkapkan di negara mana pembuatan detonator bom itu. Mahendra menambahkan, yang jelas warga negara Indonesia, cuma dijadikan alat untuk melakukan pengeboman. (muslimdaily/arrahmah.com)