JAKARTA (Arrahmah.com) – Tim Advokasi Pembelaan Hak Pelajar Muslim PII menyatakan bahwa seorang Muslimah tidak perlu minta izin siapapun dalam hal mengenakan jilbab. Hal ini diutarakan untuk menjelaskan tentang banyaknya sekolah di Bali yang tidak mengizinkan siswi Muslimah mengenakan jilbab di sekolah lantaran melanggar ketentuan tata tertib sekolah.
“Jika seorang murid ingin berjilbab, ia tidak perlu meminta ijin kepada siapapun termasuk orang tua, kedudukan hukum memakai jilbab kan sama seperti halnya kewajiban sholat, puasa, haji, zakat, apakah kita harus meminta ijin dahulu jika ingin sholat atau puasa atau haji? Tentu tidak,” kata koordinator Tim Advokasi, Helmi Al Djufri saat bertatap muka dengan Harris Iskandar Direktur Pembinaan SMA Dikdasmen Kemendikbud di Kantor Dikdasmen Kemendikbud Jl. RS Fatmawati Jaksel, Rabu (5/3/2014).
Helmi menegaskan, perlu dipahami bersama bahwa hukum menggunakan jilbab adalah wajib, adapun yang ingin menggunakannya atau tidak itu adalah pilihan lain.
Pada saat itu Kemendikbud sangat berterima kasih atas laporan investigasi yang dilakukan oleh PII terhadap sekolah-sekolah di Bali. “Dengan adanya data-data tersebut yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan, pemerintah pusat akan mengambil langkah cepat dan tepat. Karena jika melihat kasusnya, sepertinya ada mind set yang salah mengenai aturan berjilbab di sekolah,” kata Haris Iskandar.
“Mana mungkin juga Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan tidak mengetahui adanya SK Dirjen Dikdasmen tahun 1991 mengenai pedoman pakaian seragam sekolah. Dalam aturan itu sudah dijelaskan secara detail dan jelas mengenai pakaian seragam khas. Tetapi mengapa mereka masih melakukan pelarangan jilbab yang benar-benar hak seorang dalam menjalankan ajaran agama. Padahal menjalankan ajaran agama merupakan hak seseorang yang tidak bisa dikurangi sedikitpun dalam kondisi apapun,” sambungnya.
Kemendikbud, kata Haris, akan melakukan musyawarah dengan Direktorat Jenderal Dikdasmen serta Kemenag, karena persoalan menjalankan kewajiban agama di sekolah juga membutuhkan faktor pendukung lainnya, seperti tersedianya Guru Agama sesuai agama muridnya, ini juga merupakan amanah UU SISDIKNAS, serta bagaimana pola pembinaan kerohanian pelajar muslim di sekolah.
Dirinya juga mengungkapkan bahwa pemerintah merasakan melemahnya daya tekan kepada instansi di bawahnya, hal ini bisa diakibatkan dampak dari Aturan Otonomi Daerah. “Sekarang Kemendikbud sulit melakukan koordinasi langsung dengan Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan, karena Kepala Dinas Pendidikan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota,” kata Haris.
Telah diberitakan sebelumnya, Tim Advokasi Pembelaan Hak Pelajar Muslim bersama Ketua I PB PII, Afif Muchrom menyampaikan laporan hasil investigasi terkait pelarangan penggunaan jilbab di sekolah-sekolah di Bali kepada Direktur Pembinaan SMA Dikdasmen Kemendikbud, Harris Iskandar Rabu (5/3/2014) .
Laporan yang disampaikan berupa satu bundle yang memuat: laporan perkembangan/laporan kerja Tim Advokasi sejak Oktober 2013 hingga Februari 2014, Draft Perkara larangan jilbab, Daftar sekolah yang melarang penggunaan jilbab, dokumen advokasi larangan jilbab tahun 2002, dan Press Release. (azm/arrahmah.com)