JAKARTA (Arrahmah.com) – Wakil Sekretariat Jendral Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnaen mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan hal-hal ganjil terhadap nilai-nilai agama Islam.
Apalagi, keganjilan itu membuat onar dan melahirkan keresahan bagi masyarakat. Hal tersebut diungkapkan Tengku terkait adanya fenomena pembacaan (tilawah) Al Quran dengan langgam Jawa.
Tengku menyarankan agar masyarakat mengikuti pakem yang telah ada ketika membaca Alquran. “Tidak usah nekat mencari-cari hal yang membuat resah masyarakat saja,” ungkapnya pada Republika, Ahad (17/5/2015).
Sebaiknya, masyarakat mengasah kemampuan dan pengetahuan huruf dan tajwid Al Quran hingga baik.
Terkait dengan keganjilan, dia menerangkan Nabi pernah berfirman terhadap hal tersebut. “Barang siapa yang ganjil, maka nanti masuk neraka. Karena neraka khusus untuk orang-orang yang ganjil,” tambahnya.
Pada perayaan agama Islam tingkat nasional, sepengetahuan Tengku, fenomena pembacaan Al Quran dengan langgam Jawa ini baru terjadi. Dan menurutnya hal itu konyol.
“Karena presiden pertama Indonesia saja, Ir. Soekarno tidak pernah melakuakann hal itu. Dia justru bersusah-payah mendatangkan Syekh Usman Fattah dari Medan ke Istana Negara untuk membaca Al Quran pada acara-acara Islam,” tutur Tengku.
Dia juga menegaskan, dalam hadis shohih, Rasulullah pernah mengatakan pada akhir zaman akan muncul orang-orang pembaca Alquran yang mendayu-dayu seperti tiupan seruling.
“Dan mereka (yang membaca Al Quran langgam Jawa dan mendayu-dayu) akan dilaknat,” jelas Tengku pada ROL, Ahad (17/5/2015). Hal ini, kata dia, telah dikatakan nabi dan rasul.
Dia menerangkan Rasul juga pernah bersabda dalam hadits Ahmad yang sohih. Dalam hadits tersebut, Rasul mengkhawatirkan enam hal yang akan terjadi pada umatnya, salah satunya adalah menjadikan Alquran seperti nyanyian. “Nanti ada baca Al Quran langgam jawa, dangdut, seriosa, bugis, melayu, india, dan lainnya. Astaghfirullah,” ucap Tengku.
Menurut Tengku, hal ini cukup ganjil. Dia menilai semua orang yang berakal waras seharusnya tahu jika bahasa itu mesti sempurna saat memakai dialek dan intonasi. “Apalagi ini, wahyu ilahi,” tegasnya.
Langgam Jawa ketika membaca Al Quran, lanjutnya, akan merusak fashihnya Al Quran. Hal ini karena saat membaca Alquran membaba Alquran dengan langgam Jawa, pembacanya pasti harus mempertahankan totok-medok bahasa Jawa.
“Demi menjaga kelok dan langgamnya, maka panjang dan pendeknya jadi berantakan. Demi menjaga langgam dan “ruh” Jawanya yang mesti totok-medok Jawanya, jadi rusaklah fashohnya,” tukasnya lugas. (azm/arrahmah.com)