IZMIR (Arrahmah.com) — Kelompok hak asasi manusia (HAM) asal Turki melaporkan, tiga pekerja pabrik asal Suriah dibunuh secara brutal di Izmir, Turki. Para pekerja migran itu dibakar oleh seseorang dengan motif rasisme dan xenofobia.
Berdasarkan keterangan pers gabungan dari 14 kelompok HAM, tersangka merupakan warga Turki dan peristiwa terjadi pada November. Kala itu, tersangka menuangkan bensin di sebuah ruangan di kompleks pabrik batu tempat para korban sedang tidur. Dia kemudian menyulut bensin yang telah dituang dengan api.
Dilansir Indyturk (22/12/2021), identitas korban diketahui bernama Mamoun al Nabhan (23), Ahmed al Ali (21), dan Mohammed al Bish (17).
Pekerja pabrik lainnya segera membantu para korban setelah mendengar teriakan meminta tolong. Tiga korban itu menderita luka bakar parah dan akhirnya meninggal dunia seminggu kemudian.
“Polisi awalnya mengesampingkan insiden itu karena dipicu oleh pemanas yang tidak berfungsi. Namun, penduduk setempat melaporkan kepada polisi bahwa tersangka berkata kepada mereka akan membunuh orang Suriah tersebut, yang kemudian (pengakuan itu) mengarah pada penyelidikan,” kata kelompok HAM.
“Dia (pelaku) ditangkap setelah mencoba menikam dua orang lainnya dan mengaku dalam kesaksiannya bahwa dia memang telah membakar warga Suriah sampai mati,” tambahnya.
Laporan surat kabar Ilkses memuat kesaksian tersangka, yang mengaku bahwa dia dulu bekerja di pabrik batu yang sama dengan para korban. Kemudian, kontrak kerjanya tidak diperpanjang sejak kedatangan orang Suriah.
Tersangka juga telah membuat pernyataan yang menunjukkan ketidakwarasannya, atas klaim bahwa dia ingin menakut-nakuti orang-orang Suriah berdasarkan perintah lembaga intelijen Turki yang sudah lama bubar atau JITEM.
Aktivis dari Platform Hak Pencari Suaka, Taha Elgazi, sempat berinteraksi dengan warga di sekitar lokasi kejadian. Dia mendapati bahwa penduduk setempat adalah orang yang ramah serta warga Suriah diakui sebagai pekerja keras dan orang baik.
Elgazi tidak menampik bahwa serangan itu merupakan konsekuensi menyedihkan hasil provokasi politisi Turki.
Dalam beberapa bulan terakhir, para pemimpin oposisi di Turki ada yang mempersenjatai pengungsi, ada yang bersumpah mencegah negara mereka ‘dikuasai’ oleh pengungsi, dan ada yang berjanji untuk mengirim mereka kembali ke negara asalnya.
Turki saat ini menampung sekitar 5,2 juta migran. Sekitar 3,7 di antaranya berasal dari Suriah, berdasarkan laporan Kementerian Dalam Negeri Turki pada November.
Ketua oposisi utama Partai Rakyat Republik (CHP), Kemal Kılıcdaroglu, berjanji akan menutup negaranya dari pengungsi Suriah jika terpilih sebagai pemimpin Turki.
“(Saya) akan mengirim mereka ke rumah mereka dalam dua tahun,” kata dia pada Juli lalu.
Elgazi mengatakan, para politisi harus segera berhenti menggunakan retorika yang mengkambinghitamkan pengungsi dan migran sebagai penyebab permasalahan domestik. Elgazi khawatir rektorika itu menjadi pemicu masyarakat untuk menyerang para migran.
Beberapa politisi lain baru-baru ini mengambil tindakan anti-pengungsi yang lebih radikal.
Wali Kota Bolu, Tanju Ozcan, mengajukan mosi untuk menaikkan tagihan air sepuluh kali lipat untuk “orang asing” dan menaikkan biaya untuk pernikahan. Rancangan Undang-Undang itu disahkan pada November dengan persetujuan kelompok Aliansi Bangsa, yang terdiri dari CHP dan Partai Baik (IP). (hanoum/arrahmah.com)