GAZA (Arrahmah.id) – Gerakan Perlawanan Palestina Hamas telah mengecam pernyataan Presiden AS Donald Trump tentang “membeli dan memiliki Gaza,” sebagai “tidak masuk akal” dan mencerminkan “ketidaktahuan yang mendalam” tentang Palestina dan kawasan tersebut.
“Kami mengecam pernyataan Trump tentang pembelian dan kepemilikan Gaza. Pernyataan ini tidak masuk akal,” kata Izzat al-Rishq, anggota biro politik Hamas, dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh Anadolu.
Al-Rishq menekankan bahwa komentar tersebut “menunjukkan ketidaktahuan yang mendalam tentang Palestina dan kawasan tersebut.”
“Gaza bukanlah sebidang tanah yang bisa diperjualbelikan, melainkan bagian yang tidak terpisahkan dari tanah Palestina yang diduduki,” kata al-Rishq.
Ia memperingatkan bahwa memperlakukan masalah Palestina dengan “pola pikir pedagang real estate” pasti akan gagal karena “rakyat Palestina akan menggagalkan semua rencana penggusuran dan relokasi paksa.”
‘Pengembangan Masa Depan’
Pada Ahad (9/2/2025), Trump mengatakan dia berkomitmen untuk membeli Gaza dan membiarkan negara lain mengembangkan sebagian wilayahnya.
“Saya berkomitmen untuk membeli dan memiliki Gaza,” kata Trump kepada wartawan di dalam Air Force One dalam perjalanan menuju New Orleans, Louisiana.
“Sejauh menyangkut pembangunan kembali, kami mungkin akan memberikannya kepada negara-negara lain di Timur Tengah untuk membangun beberapa bagiannya. Orang lain mungkin melakukannya melalui dukungan kami, tetapi kami berkomitmen untuk memilikinya, mengambilnya, dan memastikan bahwa Hamas tidak mundur,” kata Trump.
Ia juga mengatakan bahwa daerah kantong Palestina tersebut adalah “lokasi pembongkaran” dan tidak dapat dihuni.
“Namun kami akan membuatnya menjadi tempat yang sangat bagus,” imbuh Trump, “untuk pengembangan di masa mendatang oleh seseorang.”
Presiden AS menambahkan, “Orang-orang bisa datang dari seluruh dunia dan tinggal di sana.”
"I’m committed to buying and owning Gaza."
US President Donald Trump has doubled down on his plans to occupy Gaza by claiming he's committed to "buying" and "owning" Gaza in order to turn it into a development site.
He also made claims that he may give it to other states in the… pic.twitter.com/NGNdUj2OFD
— Middle East Eye (@MiddleEastEye) February 10, 2025
Kecaman yang Meluas
Pada 4 Februari, Trump mengatakan Washington akan “mengambil alih” Gaza dan memukimkan kembali warga Palestina di tempat lain berdasarkan rencana pembangunan kembali untuk mengubah daerah kantong tersebut menjadi “Riviera Timur Tengah.”
Usulannya mendapat kecaman luas dari Palestina, negara-negara Arab, dan negara-negara lain, termasuk Kanada, Prancis, Jerman, dan Inggris.
Seorang anggota Dewan Syura Arab Saudi mengkritik tajam usulan Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza, dan menyarankan agar warga ‘Israel’ dipindahkan ke Alaska dan Greenland untuk mencapai stabilitas di Timur Tengah.
“Jika dia (Trump) benar-benar ingin menjadi pahlawan perdamaian dan mencapai stabilitas serta kesejahteraan di Timur Tengah, dia harus merelokasi orang-orang ‘Israel’ yang dicintainya ke negara bagian Alaska dan kemudian ke Greenland—setelah mencaploknya,” kata anggota Dewan Syura Yousef bin Trad Al-Saadoun dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada Jumat (7/2) di surat kabar Saudi Okaz.
‘Melanggar hukum’
Pelapor khusus PBB, Francesca Albanese, mengecam usulan Trump terkait Gaza sebagai “omong kosong” dan “melanggar hukum.”
Albanese mengatakan usulan Trump lebih buruk daripada pembersihan etnis, “ini adalah pemindahan paksa.”
“Palestinians will never surrender.”
UN special rapporteur @FranceskAlbs condemned U.S. President Donald Trump's Gaza proposal as "nonsense" and a violation of international law. pic.twitter.com/nkOgueE1y3
— AJ+ (@ajplus) February 10, 2025
“Hal ini memicu terjadinya pengungsian paksa, yang merupakan kejahatan internasional,” jelasnya, seraya menambahkan “hal ini melanggar hukum, tidak bermoral, dan sama sekali tidak bertanggung jawab.”
“Komunitas internasional terdiri dari 193 negara dan inilah saatnya memberi AS apa yang selama ini dicarinya – isolasi,” kata Albanese dalam sebuah video yang dibagikan oleh Al Jazeera pada Senin (10/2). (zarahamala/arrahmah.id)