YOGYAKARTA (Arrahmah.com) – Majelis Mujahidin perwakilan wilayah Jawa Tengah telah melayangkan surat pernyataan sikap atas perilaku keluarga almarhum HM Lukminto yang menghalangi penyelenggaraan jenazah secara Islam, khususnya penguburan. Ini terlihat dengan jelas dari didiamkannya jenazah HM Lukminto selama 10 hari, dengan alasan yang mengada ada, tidak logis dan primitif.
Pertama kali alasan yang diungkapkan oleh pihak keluarga adalah penundaan dengan alasan budaya dan kebiasaan Thionghoa yang sesungguhnya menurut sumber arrahmah.com di PITI (Perhimpunan Islam Tionghoa Indonesia) hal itu tidak ada.
Terakhir ada pernyataan dari General Affair PT Sritex, Sri Saptono Basuki yang mengungkapkan alasan mengapa jenazah Lukminto disemayamkan selama 10 hari. Banyak tamu dalam negeri dan luar negeri yang mengonfirmasi datang sebelum jenazah dikebumikan di Delingan, Karanganyar.
“Ada wasiat, tapi itu untuk keluarga. Kata wasiat yang seperti kami tangkap salah satunya ‘ojo gawe gelo’ [jangan membuat kecewa]. Itulah salah satu yang kemudian diterapkan, kami tentu tak ingin membuat kecewa beberapa orang yang mau datang,” ujar Basuki, sebagaimana ditulis Solopos Rabu (12/2/2014).
Sebuah alasan yang mengada ada dan terkesan tidak waras, “Ini alasan yang gila,” ujar Sekjen Majelis Mujahidin Ustadz Shobbarin Syakur. dalam pesan pendeknya kepada arrahmah.com malam ini.
Dia juga mempertanyakan sikap keluarga HM Lukminto yang berubah-ubah dan mengada-ada seperti itu.
“Mereka tidak tulus menjadi WNI?: Kalau mereka WNI keturunan China memang tulus menjadi WNI yang baik dan mengerti hukum dan sopan santun. Sudah semestinya tidak usah mencari dalih untuk menunda penguburan dengan cara-cara tidak terpuji. Awalnya beralasan karena disemayamkan 10 hari itu kebudayaan Cina (meskipun dibantah oleh seorang Tokoh Cina Islam bahwa itu bukan budaya Cina), kemudian berubah alasan bahwa almarhum berwasiat ‘Ojo gawe gelo’ ‘jangan membuat kecewa’ sehingga mereka secara zhalim menahan jenazah semaunya sendiri,” kata Ustadz Shobbarin.
Dia juga mengkritik pemerintah yang mendiamkan peristiwa yang melanggar UUD dan HAM warga negara yang sudah mati. Sebagaimana diketahui perlindungan HAM bagi warganegara yang sudah meninggal itu kewajiban pemerintah,
“Mengapa dikorbankan karena kepentingan orang hidup yang memiliki ‘kepentingan-kepentingan’ tertentu padahal seharusnya pemerintah memberi perlindungan HAM terhadap almarhum Lukminto dengan memenuhi hak keber-agama-an almarhum sabagai seorang Muslim,” jelas Ustadz Shobbarin.
Dalam agama Islam penyelenggaraan jenazah, yang didalamnya meliputi memandikan, mengkafani, men-sholatkan dan menguburkannya harus disegerakan.
Sebagai informasi HM Lukminto meningal dunia pada Rabu (9/2/2014) di Singapura. Bos PT. Sritex ini secara resmi telah memeluk agama Islam pada bulan Mei 1995 di masjid PT. Sritex yang disaksikan oleh para alim ulama dan pihak Muspida Surakarta. HM Lukminto adalah seorang Muslim dan mempunyai kewajiban melaksanakan ajaran Islam, sebagaimana telah ditunjukkan almarhum semasa hidupnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, menurut kesaksian KH. Muhammad Amir, SH sebagai Bintal PT. Sritex bahwa HM Lukminto pernah berwasiat apabila meninggal jenazahnya supaya dirawat dan dikuburkan secara Islam yakni sesuai dengan syariat Islam. (azm/arrahmah.com)