RAKHINE (Arrahmah.com) – Keputusan pemerintah Myanmar untuk melarang warga Muslim untuk mendaftarkan diri mereka sebagai Rohingya di sensus penduduk telah memicu kemarahan kalangan minoritas tertindas tersebut di tengah seruan kepada pemerintah untuk menjamin kebebasan dan keamanan bagi semua warga negara.
“Pemerintah telah berkomitmen untuk menjalankan sensus penduduk sesuai dengan standar internasional, termasuk memungkinkan semua responden untuk mengidentifikasi etnis mereka,” kata kedutaan Inggris saat memprotes keputusan pemerintah Myanmar, Indendent.ie melaporkan, Ahad (30/3/2014).
Dalam sensus nasional pertama dalam kurun waktu 30 tahun, Muslim Rohingya tidak akan diakui seperti kelompok etnis lainnya di Myanmar, menurut pejabat pemerintah yang ingin mendaftarkan mereka sebagai “Bengali”.
“Jika sebuah rumah tangga ingin mengidentifikasi diri mereka sebagai ‘Rohingya’, kita tidak akan mendaftarkan,” kata juru bicara pemerintah Ye Htut, sebagaimana dikutip oleh AFP, Sabtu (29/3).
“Mereka hanya akan menuliskan ‘Bengali’ karena Rohingya tidak ada,” Aung Kyaw Mya, seorang anggota parlemen lokal, menambahkan.
Keputusan sewenang-wenang pemerintah Myanmar untuk melarang pendaftaran Rohingya disusul oleh penentangan sengit dari ummat Budha di negara bagian barat Rakhine yang mengancam akan memboikot sensus apabila Muslim di Myanmar didaftarkan sebagai ‘Rohingya’, karena mereka khawatir akan melegitimasi status kelompok minoritas tertindas tersebut di Myanmar.
Kemarahan ummat Budha juga dilampiaskan kepada para petugas bantuan kemanusiaan asing yang telah meninggalkan ibukota Rakhine, Switte, beberapa hari yang lalu setelah massa ummat Budha menyerang mereka.
Pada Sabtu (29/3), beberapa rumah di Switte menggantung papan bertuliskan: “Rumah ini memprotes sensus. Jangan mendaftar.”.
Muslim Rohingya telah menghadapi daftar panjang diskriminasi di tanah air mereka. Mereka telah ditolak hak kewarganegaraannya sejak amandemen terhadap undang-undang kewarganegaraan tahun 1982 dan Muslim Rohingnya diperlakukan sebagai imigran ilegal di rumah mereka sendiri.
Pemerintah Myanmar serta mayoritas Budha menolak untuk mengakui istilah “Rohingya”, dan menyebut mereka sebagai “Bengali”.
Kelompok-kelompok HAM menuduh pasukan keamanan Myamnar telah membunuh, memperkosa dan menangkap Muslim Rohingya setelah kekerasan sektarian tahun lalu.
Selama dua tahun terakhir, serangan massa Budha telah menyebabkan ratusan Muslim Rohingya terbunuh dan lebih dari 140.000 telah meninggalkan rumah mereka.
(ameera/arrahmah.com)