Oleh Abu Rabbani Abdullah,SS
Ketua LPW Majelis Mujahidin Jabodetabek
(Arrahmah.com) – Innalhamdalillah nahmaduhu wa nasta’inuhu wa nastaghfiruh. Wa na’udzubillahiminsyururi anfusina wa min sayyiaati ‘amalina. Mayyahdihillah fala mudillalah. Wa mayyudlil fala hadiyallah. Wa Asyhadu alla ilaaha illalloh wahdahu la syarikalah. Wa Asyhadu Anna muhammadan abduhu wa rosuluh. Shollollohu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa ashabihi wa man tabi’ahum biihsanin ilaa yaumiddin wa sallam taslima. Amma ba’du.
Ibnu Katsir rahimahullah dalam Al Bidayah Wan Nihayah juz 11/398 menyebutkan :
“Dan di antara yang menjadi dalil bahwa mereka (Khilafah Daulah Fathimiyyah) adalah orang-orang yang memberikan pengakuan dusta (bahwa mereka adalah Ahlul Bait), sebagaimana disebutkan oleh para ulama yang terhormat itu dan para imam yang utama, dan bahwasanya mereka (Daulah Fathimiyyah) tidak memiliki hubungan nasab sama sekali dengan Ali bin Abi Thalib juga kepada Fathimah binti Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana pengakuan mereka. Adalah ucapan sahabat Abdullah bin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhuma kepada Al Husain bin Ali bin Abi Thalib ketika akan berangkat ke Iraq, yaitu saat para penduduk kota Kuffah mengirimkan utusan kepada beliau dan berjanji akan memberikan bai’at kepadanya.
Ibnu Umar berkata : “Janganlah engkau pergi ke sana karena sesungguhnya aku takut engkau akan terbunuh, dan sesungguhnya kakekmu (Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam) telah diminta oleh Allah untuk memilih dunia atau akhirat, dan beliau memilih akhirat dibandingkan dunia. Sedangkan engkau adalah bagian dari beliau dan sesungguhnya demi Allah, engkau tidak akan mendapatkannya (kekhalifahan), engkau maupun salah satu di antara orang setelahmu, juga Ahlul Bait mu”.
Ibnu Katsir kemudian menjelaskan : “Kalimat yang berkedudukan Hasan Shahih, yang tertuju pada kepada masalah ini dan sangat masuk akal, yang disampaikan oleh sahabat yang mulia ini menunjukkan bahwa : Tidak akan ada khalifah dari ahlul bait kecuali Muhammad bin Abdullah al Mahdi (imam mahdi) yang akan diangkat di akhir zaman bersama dengan turunnya nabi isa ibnu maryam. hal ini karena demi menjaga agar ahlul bait tidak terpedaya dengan dunia dan agar tidak mengotori kemuliaan mereka“.(Al Bidayah Wan Nihayah Juz 11/398)
Berdasarkan atsar hasan shahih ini dan berbagai komentar ahli nasab terhadap keluarga Al Badry (keluarga Abu Bakar Al-Baghdadi), tidak sedikit yang mengatakan bahwa nasab Al Badry bukanlah Ahlul Bait. Namun demikian jika memang benar bahwa nasab Al Badry di mana Syaikh Abu Bakar Al Baghdady dilahirkan merupakan Ahlul Bait maka kemungkinannya adalah :
Pertama :Berdasarkan Atsar Ibnu Umar ini..”Sedangkan engkau adalah bagian dari beliau dan sesungguhnya demi Allah, engkau tidak akan mendapatkannya (kekhalifahan), engkau maupun salah satu di antara orang setelahmu, juga Ahlul Bait mu“, maka Tidak mungkin Abu Bakar Al-akan Baghdadi mendapatkannya sebagaimana Al-Husain bin Ali bin Abi thalib terbunuh, jika memang benar ia dari ahlul bait.
Kedua, Abu Bakar al Baghdady jika ia mengaku sebagai Ahlul Bait maka dia semestinya tahu akan hadits yang mulia ini. Artinya jika ia memang doktor yang tahu ilmu syariah dan zuhud serta waro’, dia tidak akan menjadi khalifah. Karena khalifah dari Ahlul Bait hanya seorang saja yang bernama Muhammad bin Abdullah.ini sangat jelas bagi orang-orang yang lurus akalnya.
Ketiga, jika ia menganggap ada khalifah sebelum al Mahdi-berdasar beberapa hadits- maka ketahuilah bahwadari keumuman makna hadits di atas maka tetap saja ia tidak berhak menjadi khalifah karena pesan datuknya, Rasulullah saw. Jadi sudah Jelas alBaghdadi ini seorang ambisius dan orang yang menantang sabda rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Nanti kami akan jelaskan bahwa lafaz khalifah pada beberapa hadits bukanlah menuntut makna sebagai khalifah secara istilahi/terminologi, namun yang dimaksud adalah secara bahasa saja, dengan arti pemimpin. Bahkan dari hadits yang lain akan terlihat bahwa yang dimaksud adalah khalifah kerajaan/daulah saudi Arabia dengan khalifah (rajanya) bernama raja Abdullah, insya Allah, Wallahu a’lam.
Ini salah satu mu’jizat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Berarti jika al-Baghdadi mendapat kekhalifahan itu, maka ia adalah;
-
Abu bakar al-Baghdadi bukan dari Ahlul Bait. Ini logikanya.
-
Jelas ia adalah pendusta dengan pengakuannya sebagaimana yang telah di ungkap oleh ahli nasab yang jujur tentang nasab al-Baghdadi. Sungguh hadits di atas adalah mukjizat. Semua ahlul bait setelah cucu rasulullah shallalahu alaihi wa sallam, Hasan Radhiyallahu anhu tidak akan mampu mendapatkan kekuasaan khilafah, dan menjadi khalifah sampai hari kiamat kecuali telah ditetapkan oleh Allah yaitu Al-Mahdi. Ini adalah pemahaman yang “tajam” dari sahabat agung Ibnu Umar tentang hadits yang mulia ini.Adapun Ali bin Abi Thalib kenapa bisa jadi khalifah , adalah semata karena ketetapan Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam, dan termasuk pengecualian dari Ahlul Bait di awal zaman Islam.. ‘alaikum bi sunnati wa sunnatil khulafaurrasyidin al-mahdiyin.Demikian juga Hasan Ra, telah disebutkan Nabi saw bahwa kelak ia akan menyatukan kaum muslimin, dan ia sendiri mengalah dalam masalah kekuasaan ini, dengan memberikannya kepada mu’awiyah bin abu sofyan Ra., sama seperti pengecualian ahlul bait di akhir zaman yang akan jadi khalifah ala minhaji nubuwah, Muhammad bin Abdillah.
-
Dia, Al-Baghdadi termasuk golongan juhala, bodoh; bagaimana mungkin seorang yang diakui doktor dalam ilmu syariah koq tidak mengerti hadits yang mulia ini, sungguh keterlaluan.
-
Dia seorang yang sangat berambisius menginginkan jabatan dunia, khilafah, menyimpang dari jalannya Rasulullah dan Ahlul bait yang telah memilih akhirat dari pada dunia. Apakah pengikutnya yang telah membaiatnya juga tidak tahu hadits ini? Itulah yang dikatakan nabi …akalnya lemah alias jahil.”Sungguh hari-hari ini sama dengan hari-hari kemarin” sejarah berulang kembali.
-
Bahkan ia adalah gembongnya khawarij abad ini. Tidak disangsikan lagi.
-
Jika ia memaksakan diri mengaku khalifah maka ia –secara otomatis- menjadikan dirinya sebagai imam Mahdi. Padahal mafhum mukholafahnya dari hadits ini, khilafah ala minhaji nubuwwah di akhir zaman hanya satu.
Ibnu Umar yang diriwayatkan Ibnu Kathir: berkata:
لا يلي الخلافة أحد من أهل البيت إلا محمد بن عبد الله المهدي الذي يكون في آخر الزمان عند نزول عيسى بن مريم.
Artinya: Tidak akan datang khilafah seorangpun dari “Ahlul Bait” kecuali Muhammad bin Abdillah Al-Mahdi yang akan ada pada akhir zaman ketika turunnya Isa putra Maryam.
[Al Bidaayah wan Nihaayah Juz 11 Hal 39]
Sedangkan Imam Mahdi hanya satu di akhir zaman yang bernama Muhammad bin Abdullah.
Dalil lainnya yang lebih rinci.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Tatkala kami berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang sekumpulan pemuda dari Bani Hasyim. Ketika Nabi melihat mereka, kedua mata beliau berlinang air mata dan berubahlah roman mukanya. Maka aku katakan: ‘Kami masih tetap melihat pada wajahmu sesuatu yang tidak kami sukai.’ Lalu beliau menjawab: ‘Kami ahlul bait. Allah telah pilihkan akhirat untuk kami daripada dunia. Dan sesungguhnya sesudah aku mati, keluargaku akan menemui bencana-bencana dan pengusiran. Hingga datang sebuah kaum dari arah timur, bersama mereka ada bendera berwarna hitam.Mereka meminta kebaikan namun mereka tidak diberi, lalu mereka memerangi dan mendapat pertolongan sehingga mereka diberi apa yang mereka minta, tetapi mereka tidak menerimanya. Sehingga mereka menyerahkan kepemimpinan kepada seseorang dari keluargaku. Lalu ia memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana orang-orang memuaskan dengan kezaliman. Barangsiapa di antara kalian mendapatinya maka datangilah mereka, walaupun dengan merangkak di atas es ‘. ” (HR. Ibnu Majah no. 4082, sanadnya hasan lighairihi menurut Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Adh-Dha’ifah, 1/197, pada pembahasan hadits no. 85)
As-Sindi berkata: “Yang nampak, kisah itu merupakan isyarat keadaan Al-Mahdi yang dijanjikan. Oleh kerana itu, penulis (Ibnu Majah) menyebutkan hadis ini dalam bab ini (bab keluarnya Al-Mahdi). ” Ibnu Katsir Rahimahullahu mengatakan: “Dan orang-orang dari Timur menyokong (Al-Mahdi), menolongnya dan menegakkan agamanya, serta mengukuhkannya. Bendera mereka berwarna hitam, dan itu merupakan pakaian yang mempunyai kewibawaan, karena bendera Rasulullah berwarna hitam yang dinamakan Al-Iqab.”(An-Nihayah fil Malahim, 1/17, Program Maktabah Syamilah).
Beliau juga berkata: “Maksudnya, Al-Mahdi yang terpuji yang dijanjikan keluarnya di akhir zaman asal munculnya adalah dari arah Timur, dan diba’iat di Ka’bah seperti yang disebutkan oleh nash hadits.” (Idem, 1/17) Tentang tempat bai’atnya telah diisyaratkan oleh hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu’ alaihi wa sallam bersabda: “Seseorang dibai’at di antara rukun (Hajar Aswad) dan Maqam (Ibrahim).” (HR. Ibnu Hibban no. 6827 , Ahmad, dan Al-Hakim; dan beliau menshahihkannya)
Kalimat yang digaris bawahi, Mereka meminta kebaikan namun mereka tidak diberi, lalu mereka memerangi dan mendapat pertolongan sehingga mereka diberi apa yang mereka minta, tetapi mereka tidak menerimanya. Sehingga mereka menyerahkan kepemimpinan kepada seseorang dari keluargaku, adalah menunjukkan bahwa mereka tidak menginginkan khilafah, padahal mereka mampu jika mau, karena kekuasaan telah ada ditangan mereka!; Karena mereka tahu bahwa yang berhak atas khilafah tersebut adalah al-Mahdi. Maka ketika mereka mendengar al-mahdi muncul, maka mereka segera bergegas menuju Mekkah dan membaiatnya, mengokohkan kekuasaan al-Mahdi.Namun yang kita lihat dari sejarah daulah Al-Baghdadi/Daisy, adalah bahwa mereka menginginkan khilafah tersebut setelah mengkhianati al-Qaida dan pimpinannya, serta memaksa memproklamirkan khilafah tersebut keseluruh dunia.Jadi mereka bukanlah pasukan bendera hitam yang dimaksud oleh hadits ini.
Seandainya pasukan panji hitam asli tentulah mereka bukan khalifah/khilafah, tapi mereka pasukan yang tahu diri walaupun mereka punya kekuasaan , namun mereka tahu bahwa al-Mahdi telah muncul sehingga khilafah ini adalah hak dari ahlul bait, bukan pada yg. Lainnya.Tapi mereka adalah pasukan bendera hitam palsu yang muncul sebelum pasukan Al-Mahdi sejati, sebagai suatu ujian Allah untuk kaum mukmindan mujahidinnya (telah kami jelaskan hadits tentang ISIS ini).
Tinggallah satu pesoalan lagi; Ada sekelompok manusia yang berpendapat bahwa ada khilafah atau khalifah sebelum Al-Mahdi.Ini dalil bagi segolongan dari mereka yang mendukung kekhilafahan Abu Bakar Al-Baghdadi. Insya Allah kami akan membantah syubhat ini, bahwa khilafah akhir zaman hanya satu, tidak berbilang.Tiada khilafah di akhir zaman setelah zaman mulkan Jabriyah kecuali khilafah Al-Mahdi. Tidak ada selainnya.Dibawah ini kami sertakan dalil dari golongan yang berpendapat bahwa sebelum khilafah al-Mahdi ada khilafah lainnya. Kemudian kami muatkan beserta dalil-dalil tersebut penjelasan dan bantahannya. Insya Allah.
Catatan :
Kebanyakan para komentator tulisan kami tidak memberi tanggapan dengan ilmu, kecuali hanya sumpah serapah. Oleh karena itu kami memang sengaja tidak mengutip ulama yang memberikan keterangan tentang manhaj ilmu dalam memakai hadits dhaif di perkara seperti ini. Padahal yang kami utarakan setelah mengutip hadits dhoif tersebut adalah diiringi dengan komentar ulama; Hanya saja kami sembunyikan siapa sosok alim tersebut. Tujuannya:
-
Membuktikan bahwa memang ciri khas kaum khawarij di setiap masa adalah ‘cekak’ dalam ilmu syariah, terutama dalam pengambilan dalil dan seluk beluknya
-
Mereka tidak melihat keseluruhan apa yang kami kutip dari hadits-hadits dalam tulisan kami yang menunjukkan tentang ciri-ciri khawarij di masa moderen ini yang sudah terang. Maka mereka kemudian mengalihkan kebenaran hadits-hadits sahih yang. Menelanjangi jati diri khilafah al-Baghdadi dengan mempermasalahkan status hadits yang. Membuka kedok mereka dan bersumpah serapah mencaci Arrahmah.com, dan kami, Inilah ‘Caracter Assasination’.
Ketahuilah bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, di dalam Majmu’fatawa nya, mengutip perkataan Imam Ahmad bin Hambal bahwa sanad/isnad tidak diperketat dalam tiga hal:
-
Maghozi (Sejarah Peperangan dimasa lalu)
-
Tafsir (pendapat tentang tafsir ayat berdasarkan hadits dhaif)
-
Malahim (Peperangan di akhir zaman)
Silahkan antum cari dihalaman berapa keterangan syaikh Ibnu Taimiah ini.
“Jadi inilah manhaj ulama, manhaj Ahlussunnah dalam perkara pemakaian hadits dhoif dimasalah ini. Demikian juga pendapat yg. kami kutip di bawah ini adalah manhaj ulama. Hanya saja orang-orang itu tidak mengerti tentang kebenaran ini, karena fikiran dan hati mereka sudah kepalang fanatik buta dengan kelompoknya.
Adapun hadits dhoif, maka ia bukanlah hadits palsu; Tidak sama derajat di antara keduanya. Hadits Dhoif ,menurut sebagian ulama, bisa juga dipakai dalam fadhoilul ‘amal dengan catatan tertentu, disamping dalam tiga hal di atas. Jadi perkataan Nabi tentang orang yang meriwayatkan hadits palsu akan masuk neraka tidak terkait dengan tema yang sedang kita bahas karena hadits yang kita bahas adalah berstatus hadits dhoif bukan maudu’.Kami ulangi lagi dibawah ini kutipan dalam pemakaian hadits dhof dalam melihat al-malahim/ fitnah-fitnah di akhir zaman. Inilah Manhaj ilmu dalam masalah ini:
“Jadi secara global dapat dikatakan sanad ini lemah…Tapi bisa juga kamu katakan Hasan sanadnya jika bukti-bukti pendukungnya tersedia, seperti realita membenarkannya Maka sanad seperti ini dalam data-data sejarah dan berita masa akan datang bisa dianggap tergolong shahih…Shahih itu bertingkat-tingkat, dari Hasan dengan bantuan pendukung dari luar hingga Mutawatir.Ia tidak hanya satu tingkat saja. Karenanya banyak ucapan Ahli Hadis: “Hadis ini shahih insyaallah… Hasan insyaallah…”.
Mengapa demikian?
Karena mereka mengetahui bahwa mayoritas hadis dan atsar itu bersifat dzanni (tidak pasti seratus persen), yang bersifat qath’i sangat jarang. Kalimat: “Ini hadis shahih insyaallah” yang dicemooh sebagian orang yang tidak mengerti sebenarnya adalah metode kaum berakal dari kalangan Ahli Hadis seperti Abu ‘Uwanah dalam kitab Mustakhrajat Abu ‘Uwanah, 6/415, ia berkata:
“Dan hadis-hadis riwayat Mathar menurutku ia tidak mengeluarkan (meriwayatkan)nya. Dan ia shahih insyaallah.”
Demikian juga dengan al Hakim dalam al Mustadrak, 1/166: “Hadis riwayat Abu al Hubab shahih insyaallah.”
Dan begitu pula al Haitsami dalam kitab Majma’ az Zawaid, 2/75 berkata: “Dan telah lewat hadis riwayat Abdullah bin ‘Amr dalam Bab Mendekat kepada Pembatas adalah hadis shahih insya Allah.”
Begitu juga dengan Ibnu Abdil Barr dalam kitab Jami’ Bayan al Ilmi wa Fadhlihi, 3/153: “Dan kedua hadis ini shahih insyaallah.”
Dan menurut al Albani redaksi itu datang sebanyak sepuluh kali.Hal ini wajar.” (dikutip dari keterangan dari seorang ‘Alim Saudi Arabia bermahzab Maliki). (*/arrahmah.com)