Hari itu, Jamal Nasir sibuk berbelanja berbagai macam kebutuhan untuk menghadapi Hari Raya Idul Adha.
“Aku memilih bolos dari pekerjaanku,” ujar Nasir dengan nada gembira.
“Teman-temanku telah berencana untuk mengunjungi rumahku. Kami akan mempersiapkan hidangan tradisional untuk menyambut mereka,” lanjutnya.
Bagaimanapun, tidak semua orang seberuntung Nasir.
Karena mayoritas Muslim di Amerika menghadapi Idul Adha—salah satu dari dua Hari Raya yang dimiliki Muslim—seperti hari-hari lain setiap tahunnya karena mereka tidak dapat meminta cuti bekerja atau bersekolah.
Biasanya, setelah melakukan ibadah sholat sunnah, seperti perayaan hari besar lainnya, ummat Islam di Amerika saling mengunjungi satu sama lain. Memakai pakaian terbaik yang dimiliki dan anak-anak menanti-nantikan hadiah yang diberikan oleh sanak famili.
Tetapi Hari Raya kali ini hanya dilewati tanpa sesuatu yang istimewa, Karena mereka tetap harus pergi ke sekolah atau bekerja.
“Bagaimana mungkin, kami merayakan hari itu tanpa anak-anak kami?” ujar Shumaila, seorang ibu dari dua anak yang masih bersekolah.
Shumaila khawatir, anak-anaknya tidak akan merasakan keistimewaan hari Idul Adha tiap tahunnya.
“Anak-anaku bertanya mengapa semua kawan-kawannya mendapat libur pada hari natal tetapi hari Idul Adha aku tidak boleh libur,” ungkap Shumaila.
“Kupikir, Pemerintah selayaknya memberikan libur sedikitnya dua hari untuk para pelajar dan pekerja agar dapat merayakan Hari Raya kami,” harap Shumaila.
Kesatuan Orangtua murid, para pekerja dari kelompok Muslim yang notabene minoritas, baru-baru ini telah berusaha meminta kepada pemerintah untuk memberikan libur di dua Hari Raya milik ummat Islam.
Beberapa kota di New Jersey telah melakukannya. Tetapi Departemen Pendidikan menolak permintaan mereka.
Ketiadaan hari libur membuat para orangtua melakukan dua pilihan, tidak mengantar anak-anak mereka ke sekolah (membolos) atau menunda perayaannya di hari libur akhir pecan.
“Kami biasanya melakukan pesta barbeque di pinggiran sungai di akhir pekan untuk merayakan Idul Adha yang telah lewat,” ujar Ikram Ali.
Menurut Ali dan istrinya cara seperti itu sangat disyukuri mereka daripada tidak merayakan sama sekali.
“Kami mengundang beberapa kerabat, dan menjadikan hari itu hari yang menyenangkan untuk anak-anak kami,” lanjutnya.
Di Amerika Serikat terdapat tujuh juta ummat Islam.
Untuk kebanyakan Muslim di Amerika, hari Idul Adha hanya mereka rasakan dalam beberapa jam. Mereka berkumpul di tempat kerja, melaksanakan sholat dan berdoa. Setelah itu kembali bekerja seperti biasa.
“Satu-satunya perayaanku untuk Idul Adha adalah berkumpul dengan muslim lainnya di Washington DC, melaksanakan sholat dan berdoa bersama,” ujar Rahimullah, salah seorang karyawan di perusahaan konstruksi.
“Aku bertemu manajerku dan dia memberikan izin satu jam, setelah itu harus kembali bekerja,” jelasnya. (Hanin Mazaya/arrahmah.com)