BANGKOK (Arrahmah.com) – Sebuah kelompok hak asasi terkemuka telah meminta kepada pemerintah Thailand untuk memastikan bahwa 112 pengungsi Uighur yang ditangkap baru-baru ini di Thailad, tidak dipaksa kembali ke Cina.
Pihak berwenang Thailand telah menahan para pengungsi tersebut di Provinsi Sa Kaew dekat perbatasan Thailand-Kamboja dan membawa mereka ke Pusat Penahanan Imigrasi pusat di Bangkok, sebagaimana dilansir oleh WorldBulletin, Sabtu (22/3/2014).
Para pejabat Cina dilaporkan telah mengkonfirmasikan bahwa setidaknya seperempat dari 112 pengungsi tersebut adalah warga Uighur, minoritas Muslim dan Turki dari Xinjiang di Cina barat.
“Kasus-kasus terdahulu telah menunjukkan bahwa warga Uighur yang kembali ke China selalu berisiko menghadapi tindakan penganiayaan,” Brad Adams, direktur Asia Human Rights Watch, mengatakan dalam sebuah pernyataan hari Sabtu (22/3/2014).
“Thailand harus bertindak cepat untuk memastikan bahwa orang-orang ini terlindungi dan tidak dikirim ke dalam bahaya.”
Kelompok itu mengatakan bahwa warga Uighur yang secara paksa dikembalikan ke Cina biasanya menghadapi ancaman penangkapan dan penyiksaan.
Asia Human Rights Watch meminta kepada pemerintah Thailand bahwa para pengungsi Uighur tersebut harus diizinkan untuk mendapatkan akses tanpa hambatan ke pejabat Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dan hak untuk mencari suaka dan menjalani proses penentuan status pengungsi.
Sebanyak 112 orang yang ditemukan di Sa Kaew adalah kelompok kedua pengungsi Uighur yang ditemukan di Thailand bulan ini.
Pada tanggal 12 Maret, para pejabat di ujung selatan Thailand telah menemukan sebanyak 220 orang di sebuah kamp rahasia di hutan di provinsi Songkhla, dekat perbatasan dengan Malaysia.
Kelompok pengungsi Uighur pertama yang mengaku sebagai warga Turki, meminta untuk dipulangkan ke Turki, tapi negara asal mereka masih diperiksa oleh pejabat Thailand dan internasional.
Perwakilan dari kedutaan Turki di Bangkok telah berbicara kepada perwakilan kelompok ini, anggota yang didenda karena masuk secara ilegal ke Thailand.
Human Rights Watch (HRW) mengatakan bahwa Thailand, sebagai penandatangan Konvensi Menentang Penyiksaan, diwajibkan untuk memastikan bahwa tidak seorangpun pengungsi di tahanan yang dipaksa dikirim ke tempat di mana mereka akan berisiko menjadi sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau pelanggaran hak asasi serius lainnya.
Asia Tenggara merupakan rute umum bagi orang-prang yang melarikan diri dari penganiayaan di negara-negara seperti Korea Utara dan Cina, dan sudah ada beberapa contoh warga Uighur yang dipaksa kembali ke China dalam beberapa tahun terakhir, dan tindakan tersebut melanggar hukum internasional.
Pada bulan Desember 2009, Kamboja mengembalikan 20 warga Uighur meskipun UNHCR telah penerbitan surat resmi terkait “orang yang perlu mendapat perhatian” yang dikirim kepada mereka.
Kemudian pada akhir 2012, Malaysia mendeportasi enam pria warga Uighur kembali ke Cina, yang sebelumnya ditahan karena diduga mencoba untuk meninggalkan negara itu dengan paspor palsu.
Keenam warga Uighur tersebut, yang juga terdaftar di UNHCR, dipindahkan ke dalam tahanan pihak berwenang Cina, yang mengantar mereka ke Cina dengan penerbangan yang disewa. Sejak itu, tidak ada yang mendengar tentang nasib ke enam pria warga Uighur tersebut.
Adam dari HRW mengatakan bahwa mengembalikan warga Uighur ke Cina menyebabkan mereka mendapat pelecehan berat. Thailand akan dianggap melanggar hukum internasional dengan mengirimkan orang-orang ini kembali. (ameera/arrahmah.com)