KLATEN (Arrahmah.com) – Kuasa hukum keluarga Siyono mengajukan upaya hukum praperadilan terhadap Kepolisian Republik Indonesia khususnya Polres Klaten, terkait dengan penghentian penyidikan yang tidak sah atas kematian Siyono, warga Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten.
Tim Kuasa Hukum dikawal Kokam Klaten yang istiqomah mengawal kasus ini sejak 2016 silam.
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, mengatakan bahwa sebagai kuasa hukum yang ditunjuk keluarga Siyono, TPK sudah melaporkan dugaan pembunuhan yang diduga dilakukan oleh oknum Densus 88 Anti Teror sesuai laporan bernomor : LP/B/154/2016/JATENG/RES KLT dan Surat Tanda Laporan Polisi nomor : STTLP/92/V/2016/SPKT tanggal 15 Mei 2016.
“Dalam laporan itu disebutkan bahwa sebagaimana telah diketahui oleh publik kurang lebih pada tiga tahun yang lalu, yaitu tanggal 8 Maret 2016 telah terjadi penangkapan terhadap Siyono yang dilakukan oleh Densus 88 di Masjid dekat rumah yang bersangkutan karena diduga sebagai teroris”, katanya, Kamis (28/2/2019)
Menurut Trisno, upaya paksa penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88 tersebut terdapat hal-hal yang janggal dan diduga telah terjadi pelanggaran prosedur sehingga menyebabkan PMH dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Petugas Densus 88 yang mengakibatkan hilangnya nyawa Siyono.
“Sejak upaya paksa penangkapan tersebut, pihak keluarga tidak mengetahui kabar atau informasi dan keberadaan alm. Siyono, baru setelah tanggal 12 Maret 2016 keluarga Siyono dibawa ke RS Bhayangkara Jakarta untuk melihat dan mengurusi Jenazah. Di tubuh Jenazah ditemukan luka-luka, juga di wajah serta bengkak dan lebam di pipi. Setelah dilakukan otopsi ditemukan alasan kematian dan dugaan penganiayaan selama proses pemeriksaan oleh pihak Densus 88”, ungkapnya.
Tidak hanya itu, lanjut Trisno, pemberian sejumlah uang sebesar kurang lebih seratus juta rupiah oleh oknum polisi kepada keluarga korban yang tidak jelas maksud dan tujuannya.
“Berdasarkan hal-hal tersebut, selanjutnya kami TPK memberikan pendampingan hukum terhadap keluarga almarhum untuk menempuh laporan polisi,” tandasnya.
Sebenarnya ada beberapa laporan polisi yang dilakukan oleh keluarga Siyono Ke Polres Klaten. Di antaranya laporan polisi dugaan tindak pidana menghalang-halangi penegakan hukum dan otopsi yang dilakukan oleh oknum polwan yang menyerahkan sejumlah uang tersebut.
“Laporan polisi dugaan tindak pidana pelanggaran kewajiban dokter terhadap pasien yang dilakukan oleh dokter forensik dari polri hingga laporan polisi dugaan tindak pidana pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan hilangnya nyawa“, terangnya.
Trisno mejelaskan, dalam gugatan kali ini, sementara terhadap laporan polisi yang dugaan pembunuhan atau penganiayaan berat sampai meninggal tersebut, sedangkan Laporan-Laporan Polisi yang lain akan menyusul dalam bentuk pra peradilan maupun gugatan perdata.
”Gugatan ini disampaikan alasan karena pihak Polres Klaten telah menghentikan penyidikan secara diam-diam. Dapat diketahui dari surat-surat kami yang sampai 4 (empat) kali mengajukan permohonan pemberitahuan perkembangan perkara, tidak pernah sekalipun dijawab oleh penyidik polres Klaten yang sampai saat ini sudah selama 3 (tiga) tahun. Padahal selama proses pemeriksaan kami telah mengajukan bukti-bukti surat. Saksi-saksi juga telah diperiksa serta telah ada calon tersangkanya”, tuturnya.
Trisno berharap dengan diajukan praperadilan ini Hakim Pengadilan Negeri Klaten dapat memerintahkan penyidik polres Klaten segera dalam waktu yang tidak lama lagi (3 bulan).
“Perkara yang kami dampingi yang dilaporkan pihak keluarga korban di Polres Klaten dapat selesai, dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Klaten untuk diproses selanjutnya sampai persidangan,” harapnya, lansir Sang Pencerah.
Kasus yang menimpa Siyono bermula saat dia ditangkap Densus 88 di sebuah masjid dekat rumahnya di Klaten tanggal 8 Maret 2016.
Dalam prosesnya, penangkapan Siyono terindikasi bermasalah. Mulai dari pihak keluarga yang tak mengetahui keberadaan Siyono pascaditangkap, hingga ditemukan sejumlah luka di tubuh dan wajah almarhum Siyono.
(ameera/arrahmah.com)