WASHINGTON (Arrahmah.id) – Perusahaan mobil listrik Tesla tengah menghadapi gelombang protes dan aksi vandalisme yang menargetkan mobil serta fasilitasnya di berbagai kota di Amerika Serikat. Di tengah kontroversi ini, mantan Presiden AS Donald Trump justru mengumumkan pembelian mobil Tesla sebagai bentuk dukungan bagi pemiliknya, Elon Musk.
Trump Beli Tesla, Bela Elon Musk
Pada Selasa (11/3), Trump mengumumkan keputusannya membeli Tesla dalam sebuah acara di Gedung Putih. Ia menyatakan kekagumannya terhadap produk Tesla serta membela Musk yang menurutnya mendapat perlakuan tidak adil.
“Saya membelinya karena ini produk luar biasa – yang terbaik di dunia,” ujar Trump. Ia juga menegaskan bahwa segala bentuk kekerasan terhadap Tesla akan dikategorikan sebagai “terorisme domestik.”
Serangan dan Vandalisme terhadap Tesla
Sejumlah insiden yang menargetkan Tesla telah dilaporkan dalam beberapa hari terakhir:
- Tujuh stasiun pengisian daya Tesla dibakar di sebuah pusat perbelanjaan di Boston pada 3 Maret lalu.
- Beberapa mobil Tesla dirusak, dengan ban dicuri dan beberapa ditemukan terbakar.
- Sejumlah pemilik Tesla mengganti logo mobil mereka dengan merek lain karena takut menjadi target serangan.
- Aksi protes di berbagai lokasi Tesla, dengan para demonstran menyerukan agar Elon Musk mundur.
Gelombang kemarahan ini dipicu oleh kebijakan kontroversial Musk yang memangkas anggaran dan melakukan PHK di beberapa sektor yang terkait dengan pemerintah AS.
Saham Tesla Anjlok
Kontroversi ini berdampak langsung pada nilai saham Tesla. Pada Senin (10/3), saham perusahaan anjlok lebih dari 15%, menghapus seluruh keuntungan yang diraih sejak pemilu AS pada November lalu. Sahamnya ditutup di angka $222,15, level terendah sejak Oktober. Meskipun mengalami sedikit kenaikan ke $226,14 pada hari berikutnya, tekanan terhadap perusahaan tetap tinggi.
Tesla di Persimpangan Jalan
Langkah Trump mendukung Tesla memicu reaksi beragam. Sebagian analis menilai bahwa dukungan dari Trump dapat memperkuat loyalitas pelanggan Tesla di kalangan pemilih konservatif. Namun, yang lain khawatir bahwa hubungan erat Musk dengan Trump justru dapat merusak citra Tesla di kalangan pelanggan liberal.
Di media sosial, perdebatan soal masa depan Tesla terus bergulir. Banyak yang menilai Musk telah mencampurkan bisnis dengan politik, yang bisa berdampak buruk bagi perusahaannya.
Dengan meningkatnya aksi protes dan tekanan pasar yang besar, Tesla kini menghadapi tantangan berat. Akankah perusahaan ini mampu bertahan, atau justru semakin terjebak dalam pusaran kontroversi politik dan ekonomi?
(Samirmusa/arrahmah.id)