MIRQAB (Arrahmah.id) – Raksasa ritel Teluk AlShaya Group, yang memiliki hak untuk mengoperasikan Starbucks di Timur Tengah, berencana memberhentikan lebih dari 2.000 orang karyawannya karena bisnis tersebut menderita akibat boikot konsumen terkait dengan perang Gaza, kata orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.
Pemotongan tersebut, yang dimulai pada Ahad (3/3/2024), berjumlah sekitar empat persen dari total tenaga kerja AlShaya yang berjumlah hampir 50.000 orang dan sebagian besar terkonsentrasi di waralaba Starbucks di Timur Tengah dan Afrika Utara, kata sumber yang menolak disebutkan namanya.
Boikot tersebut telah menyebabkan kondisi perdagangan yang sulit bagi perusahaan, kata salah satu sumber.
“Sebagai akibat dari kondisi perdagangan yang terus menantang selama enam bulan terakhir, kami telah mengambil keputusan yang menyedihkan dan sangat sulit untuk mengurangi jumlah rekan kerja di toko Starbucks MENA kami,” kata AlShaya dalam sebuah pernyataan, tanpa mengonfirmasi jumlah kerugiannya.
AlShaya mengatakan pihaknya akan mendukung rekan-rekannya yang meninggalkan bisnis tersebut dan tetap berkomitmen terhadap wilayah tersebut.
“Pikiran kami tertuju pada mitra green apron yang akan hengkang, dan kami ingin berterima kasih atas kontribusi mereka,” kata juru bicara Starbucks kepada Reuters.
“Starbucks tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan AlShaya untuk mendorong pertumbuhan jangka panjang di wilayah penting ini,” tambah juru bicara Starbucks.
Baik AlShaya Group maupun sumbernya tidak menyebutkan berapa banyak staf yang dipekerjakan grup tersebut di operasional Starbucks.
Didirikan pada 1890 di Kuwait, AlShaya adalah salah satu pewaralaba ritel terbesar di kawasan ini yang memiliki hak untuk menjalankan bisnis merek-merek Barat yang populer termasuk The Cheesecake Factory dan Shake Shack.
Perusahaan ini memiliki hak untuk mengoperasikan kedai kopi Starbucks di Timur Tengah sejak 1999. Unit Starbucks menjalankan sekitar 2.000 gerai di 13 negara, di Timur Tengah dan Afrika Utara, serta Asia Tengah.
Perusahaan ekuitas swasta AS Apollo Global Management Inc, telah melakukan pembicaraan untuk membeli saham di bisnis Starbucks AlShaya, tiga sumber yang dekat dengan masalah tersebut mengatakan kepada Reuters bulan lalu.
Merek-merek Barat telah terkena dampak kampanye boikot yang sebagian besar dilakukan secara spontan oleh akar rumput atas perang “Israel” di Jalur Gaza.
Setelah boikot tersebut, Starbucks pada Oktober menyatakan bahwa mereka adalah organisasi non-politik dan menepis rumor bahwa mereka telah memberikan dukungan kepada pemerintah atau tentara “Israel”.
Starbucks mengatakan pada Januari bahwa perang Gaza telah merugikan bisnisnya di wilayah tersebut karena tidak mencapai ekspektasi pasar terhadap hasil kuartal pertama.
Dikatakan bahwa penjualan terkena dampak signifikan akibat perang, di Timur Tengah dan Amerika Serikat, ketika beberapa konsumen melancarkan kampanye protes dan boikot yang meminta perusahaan untuk mengambil sikap terhadap masalah ini.
Pada Januari, AlShaya mengatakan pihaknya mengurangi operasi di Mesir karena masalah ekonomi yang sedang berlangsung di negara tersebut termasuk devaluasi berbagai mata uang dan rekor inflasi. Perusahaan tidak mengomentari toko mana yang akan ditutup atau kapan akan ditutup. (zarahamala/arrahmah.id)