NAYPYIDAW (Arrahmah.id) – “Israel” menjual senjata ke Myanmar setelah kudeta militer yang kejam di negara itu pada Februari 2021, meskipun “Israel” mengklaim sebelumnya bahwa mereka telah menghentikan penjualan tersebut, menurut sebuah laporan berita.
Haaretz mengungkapkan pada Selasa (5/9/2023) bahwa sejak 2018, setidaknya empat pengiriman dari Israel Aerospace Industries milik pemerintah dikirim ke direktorat pengadaan pertahanan Myanmar, terdaftar sebagai “suku cadang pesawat” dan “pelat logam”.
Pengiriman terbaru dilakukan pada Maret 2022 – setahun setelah para pemimpin militer Myanmar merebut kekuasaan dan menahan para pemimpin sipil, termasuk Aung San Suu Kyi.
Perusahaan senjata “Israel” Elbit Systems juga menjual peralatan militer kepada angkatan udara Myanmar, termasuk suku cadang untuk kendaraan udara tak berawak dan menara angkatan laut yang dioperasikan dari jarak jauh lengkap dengan senjata 25mm, tambah laporan itu.
Pada Januari, sekitar 3.000 orang telah terbunuh, 1,5 juta orang mengungsi dan lebih dari 13.000 orang ditahan sejak kudeta, menurut Amnesty International.
“Ternyata “Israel” berbohong ketika mengklaim telah menghentikan semua ekspor militernya ke [Myanmar] pada 2018,” kata pengacara “Israel” Eitay Mack kepada Middle East Eye, mengomentari laporan Haaretz. “Ekspor militer “Israel” terus berlanjut dengan cara yang lebih canggih.”
Menyusul petisi yang dipimpin oleh Mack pada 2017, pengadilan tinggi “Israel” memerintahkan negara tersebut untuk menghentikan penjualan senjata ke Myanmar karena genosida terhadap minoritas Muslim Rohingya.
Keputusan tersebut baru dipublikasikan pada tahun berikutnya setelah adanya tekanan publik dari aktivis hak asasi manusia.
‘Israel tidak masalah membantu junta’
Pada Agustus 2017, militer Myanmar memaksa 700.000 warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh dalam kampanye yang digambarkan oleh PBB sebagai “genosida”.
MEE melaporkan pada saat itu bahwa “Israel” terus menjual senjata ke Myanmar ketika pengungsi Rohingya melarikan diri dari tindakan keras militer di negara bagian Rakhine.
Senjata yang dijual ke Myanmar termasuk lebih dari 100 tank dan perahu yang digunakan untuk mengawasi perbatasan negara, menurut kelompok hak asasi manusia dan pejabat Myanmar. Hal ini terjadi meskipun “Israel” secara resmi mengatakan pada tahun itu bahwa mereka akan berhenti mengekspor senjata ke Myanmar.
“Meskipun petisi ke Pengadilan Tinggi pada 2017 berfokus pada ketakutan bahwa senjata “Israel” akan digunakan terhadap Rohingya, kali ini pengiriman suku cadang senjata dikirim setelah kudeta militer,” kata Mack.
“Selama junta militer melayani kepentingan “Israel”, “Israel” tidak mempunyai masalah membantu junta baik dalam membasmi etnis minoritas maupun dalam memusnahkan sebagian besar penduduk yang menentang kudeta dan ingin hidup di bawah demokrasi.” (zarahamala/arrahmah.id)