Dua pria memuat kotak ke sebuah sepeda motor yang mengangkut trailer tunggal. Terminal bea dan cukai Jalur Gaza dengan Mesir di perbatasan selatan, dahulu sarat akan aktivitas perdagangan, sekarang terlihat begitu kosong, setelah militer Mesir mulai menghancurkan jaringan terowongan Gaza (jalur keluar-masuk barang warga sipil), pasca penggulingan Presiden Mesir Muhammad Mursi.
Pada bulan Maret, pemerintah Mesir mengumumkan penghancuran 1.370 terowongan di sepanjang perbatasan Gaza .
” Mereka bekerja sangat keras untuk menghancurkan semua terowongan sekarang,” kata penjaga perbatasan Hamas, Muhammad Abu Hossam kepada Al Jazeera dari pos penjagaan di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir. ” Anda lihat ledakan yang dilancarkan pihak mereka, itu seperti perang. Kemarin sebanyak 20 kali dan hari ini 10.”
Israel memberlakukan blokade semua jalur darat dan laut menuju Gaza. Sekarang memasuki tahun kedelapan. Itulah yang menyebabkan pembangunan terowongan untuk mengimpor obat-obatan, makanan, barang-barang konsumsi dan bahan bangunan. Sementara beberapa pihak berspekulasi bahwa terowongan ini memperkaya pengusaha konstruksi terowongan. Banyak yang menuduh warga sipil mengomersialisasi terowongan untuk wanita bersalin, juga untuk distribusi dan pasokan bahan untuk industri konstruksi.
“Terowongan itu dihancurkan dua bulan yang lalu ketika orang Mesir mengisinya dengan air,” tukas Ahmad, seorang buruh yang bekerja di terowongan, ia menolehkan wajahnya ke arah pintu masuk gelap.” Sekarang, tidak ada yang harus dilakukan dan tidak ada kesempatan bagi orang untuk bekerja. Jika terowongan terbuka, ada pekerjaan di Gaza. Aku punya istri dan dua anak untuk diberi makan dan saya khawatir akan mereka.”
Saat terowongan masih beroperasi, terowongan mempekerjakan sekitar 20 orang untuk memindahkan barang di bawah tanah ke truk dan mendistribusikannya di sekitar Gaza.
“Dulu aku mendapatkan bayaran 80 shekel [$ 23] per hari, membawa pasir selama konstruksi dan membawa barang-barang ke truk yang sudah menunggu,” kata Ahmad.
Penutupan perbatasan yang rentan konflik
Pembongkaran terowongan Gaza bersamaan dengan penutupan resmi penyeberangan perbatasan Rafah, merupakan bagian dari permusuhan pemerintahan Kairo terhadap Hamas di Gaza. Mesir menuduh adanya hubungan antara Hamas dan kelompok-kelompok bersenjata yang beroperasi keluar dari Sinai dan pada tanggal 4 Maret, Pengadilan Tinggi Mesir melarang Hamas beroperasi di Mesir dan pemerintah yang terpilih dituduh sebagai gerakan “organisasi teroris”.
Peningkatan krisis moneter menguji kemampuan pemerintah untuk berfungsi optimal. Kementerian Ekonomi memperkirakan kerugian pendapatan dari impor sekitar $ 460M dari Juli hingga Desember, dan 50.000 PNS hanya menerima gaji setengahnya selama empat bulan terakhir.
“Pemerintah sedang menghadapi banyak masalah. Pekerja pemerintah mendukung gerakan kami dan kami memiliki rencana darurat tetapi tidak cukup uang, ” al- Isra Modallal, juru bicara Hamas, mengatakan kepada Al Jazeera. Ia menambahkan bahwa blokade Israel dan Mesir adalah hukuman kolektif yang menciptakan krisis kemanusiaan .
“Semua sektor kehidupan terkena dampak. Terowongan-terowongan adalah aliran kehidupan Gaza dan penutupan mereka mempengaruhi semua sektor ekonomi dan menempatkan masalah besar bagi pemerintah. Orang-orang yang ditangkapi (“Israel”), dihukum sedangkan mereka tidak melakukan (kesalahan) apa-apa,” katanya. “Mereka membutuhkan kemerdekaan, kebebasan dan keadilan. Yang mereka bicarakan hanya (yang dibutuhkan) tentang listrik , makanan dan air.”
Di tengah ketegangan krisis yang kian berkembang, gencatan bersenjata di Gaza oleh “Israel” terus meningkat. Pada tanggal 12 Maret , Mujahidin menembakkan lebih dari 70 roket ke “Israel” setelah pembunuhan tiga anggotanya dan warga sipil di Rafah.
“Kita dapat mengontrol keamanan di Gaza, tapi kita tidak bisa mengendalikan pemberontakan rakyat,” al – Modallal memperingatkan. ” Kita tidak bisa mengendalikan intifadhah ketiga.”
Kekurangan komoditas
Tekanan meningkat terhadap warga sipil di Gaza, hampir 60 persen di antaranya adalah makanan yang tidak sehat. Hanya lima persen dari air setempat layak untuk dikonsumsi. Perkiraan PBB pengangguran telah meningkat dari 32,5 persen pada September, menjadi sekitar 40 persen. Selain orang langsung diberhentikan dari pekerjakan membuat terowongan, kekurangan bahan bangunan juga telah menghentikan sebagian besar proyek-proyek konstruksi di Gaza dan meninggalkan banyak pengangguran. Kenaikan harga telah menciptakan tekanan bagi 1,7 juta penduduk Gaza.
Setelah kekurangan komoditas di awal tahun, Israel meningkatkan impor bahan bakar 20 kali lipat untuk mengimbangi bahan bakar yang lebih murah sebelumnya yang berasal dari Mesir, dengan harga dua kali lipat. Harga gas untuk memasak meningkat lebih dari 20 persen, roti dan harga beras masing-masing telah naik 11 dan 33 persen.
Perubahan dapat diukur dalam pembelian barang-barang konsumsi. Masrool Ramadan, pemilik Abu Musa Electronics di Rafah, mengatakan tidak ada yang membeli barang kecuali itu karena kebutuhan mendesak.
“Jika seseorang perlu membeli dan mereka mampu membelinya, mereka membeli, tapi sekarang tidak ada pasar dan situasi buruk,” katanya, sambil mendongakkan kepala ke beberapa kulkas di depan tokonya.” Kami dulu bisa mendapatkan lemari es baru buatan Jepang dan Korea dari Mesir, tapi sekarang semua yang bisa kita dapatkan adalah produk-produk bekas “Israel”. Ini sangat sulit untuk membeli dari “Israel”. Barang-barang kami datang melalui penyeberangan dan kita harus membayar biaya penjagaan barang untuk setiap hari. Kadang-kadang mereka bisa menunggu selama satu bulan dan kami harus selama itu pula.”
Masrool mengakui perekonomian terowongan itu hanya solusi sementara, selama masih mencari perbaikan permanen dalam hubungan antara Gaza dan dunia luar.
” Mereka membuat terowongan karena kami tidak punya pilihan – itulah yang harus kita lakukan untuk hidup,” katanya . “Semua orang tahu ini hanya sejenak dan tidak selamanya. Kami berharap perbatasan akan terbuka dan kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan secara legal, tapi sekarang tidak ada lampu di jalan dan tidak ada harapan.”
Bagi mereka yang diinvestasikan dalam ekonomi terowongan persepsi mereka tentang situasi tergantung pada tingkat kerugian mereka. Omar Ezam mampu mempertimbangkan hal-hal filosofis saat ia duduk di atas terowongannya hancur melihat tumpukan baja memutar dan puing-puing yang dulunya rumah melindungi pintu masuk Mesir untuk terowongannya.
“Lihatlah jalan tersebut. Dulunya jalur itu sibuk dengan truk tapi sekarang anjing menguasainya,” katanya melambai ke arah segerombolan anjing berkeliaran di kejauhan. Dia duduk di atas tumpukan karung pasir yang berjalan di depan terowongan untuk melindungi aktivitasnya dari mata tentara Mesir di perbatasan.
” Morsi seperti semua bunga dan mawar – yang ada pada kehidupan nyata!” katanya . “Kami memiliki harapan agar Sisi hengkang. (Jika ia terpilih) saat itu, sulit untuk dibayangkan apa yang akan terjadi,” kata Omar.” Orang-orang Mesir memiliki hak untuk memilih pemimpin mereka, tapi kami meminta mereka untuk tidak melupakan saudara-saudara mereka di Gaza. Kami juga perlu bernapas.” (adibahasan/arrahmah.com)