RIYADH (Arrahmah.com) – Sejumlah negara Teluk Arab telah berusaha untuk mempertahankan rekor mereka untuk membantu pengungsi Suriah menyusul kritik yang meluas bahwa negara-negara kaya minyak itu tidak ikut ambil bagian dalam mengatasi krisis pengungsi.
Amnesty International menyoroti bahwa enam negara Teluk – Arab Saudi, Oman, Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab dan Bahrain – tidak menawarkan tempat pemukiman untuk pengungsi Suriah.
Uni Emirat Arab pada Rabu (9/9/2015) mengatakan bahwa negaranya telah menerima lebih dari 100.000 warga Suriah sejak perang Suriah meletus yang dimulai pada Maret 2011, sebagaimana dilansir oleh Middle East Eye.
“Sejak krisis dimulai pada tahun 2011, Uni Emirat Arab telah menerima lebih dari 100.000 warga Suriah dan memberikan mereka izin tinggal,” kata seorang pejabat Uni Emirat Arab kepada AFP.
Dia juga menambahkan bahwa jumlah total penduduk Suriah di Uni Emirat Arab mencapai 250.000 orang.
Uni Emirat Arab juga telah memberikan bantuan kepada pengungsi Suriah di kamp-kamp di Yordania, Lebanon, Irak dan Turki selama dua tahun terakhir.
Arab Saudi telah menerima setengah juta warga Suriah sejak krisis dimulai, menurut laporan yang dirilis oleh saluran satelit Saudi, sebagaimana dilansir oleh Middle East Eye.
Tapi warga Suriah itu tidak diberikan status pengungsi karena mereka menerima pekerjaan dan perumahan keluarga, termasuk mereka yang awalnya masuk dengan visa sementara, laporan tersebut menambahkan.
Laporan tersebut juga mencatat bahwa orang Suriah – yang sekarang berjumlah 750.000 – memiliki akses ke pendidikan dan kesehatan gratis di Arab Saudi.
Sementara itu. pejabat Kuwait, mengatakan bahwa negara-negara Teluk telah berjanji untuk memberikan dana sebesar $ 1,3 milyar untuk membantu pengungsi Suriah, sementara sumbangan pribadi dari Kuwait telah melampaui $ 88 juta.
Qatar juga telah mengirim bantuan ke orang-orang Suriah, baik yang masih berada di Suriah mapun yang berada di negara-negara tetangga.
Sejumlah komentator, termasuk al-Rashed, mantan manajer umum Al Arabiya News Channel, mengatakan adanya dampak demografi di negara-negara Teluk jika mereka mengambil lebih banyak lagi orang Suriah.
“Orang asing telah membentuk lebih dari 80 persen dari populasi di Uni Emirat Arab (UEA) dan Qatar, sekitar separuh dari penduduk Kuwait, sekitar 40 persen di Arab Saudi dan sekitar sepertiga di Bahrain,” tulis al-Rashed.
“Kalian tidak melihat persentase seperti ini di negara-negara lain, termasuk di Eropa, yang mengeluhkan tentang jumlah orang asing di negaranya. Persentase orang asing di Inggris adalah 8 persen, dan itu adalah persentase yang sama di Jerman dan Yunani,” tambahnya.
The Sydney Morning Herald (SMH), pada Kamis (10/9/2015), melaporkan bahwa sesungguhnya negara-negara Teluk telah berada di antara para donor terbesar dunia untuk membantu para pengungsi Suriah. Bantuan-bantuan mereka disalurkan melalui badan-badan PBB dan badan amal swasta.
Negara-negara Teluk bukan penandatangan konvensi tentang pengungsi tahun 1951, yang mewajibkan negara-negara untuk menjadi tuan rumah bagi orang yang melarikan diri dari konflik.
Seperti yang dikutip SMH, Kuwait sejauh ini merupakan negara donor paling dermawan dengan memberikan hampir sepertiga dari semua bantuan yang dijanjikan untuk krisis Suriah melalui PBB, atau sebesar 800 juta dollar AS sejak 2012. Sementara UEA telah memberikan bantuan sebesar 364 juta dollar AS, tulis Jane Kinninmont, peneliti senior di Progam Timur Tengah dan Afrika Utara di Chatham House, Selasa (8/9/2015).
Jumlah itu memang kecil dibandingkan dengan bantuan Inggris sebesar 1 miliar dollar atau bantuan AS sebanyak 3 miliar dollar, tetapi angka itu jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan PDB negara bersangkutan.
“Ini bukan isu spesifik tentang permusuhan terhadap pengungsi Suriah: enam negara kerjaan Teluk itu tidak pernah menandatangani konvensi internasional tentang hak-hak pengungsi dan orang yang tidak punya kewarganegaraan,” ungkap Kinninmont.
Negara-negara Teluk pernah menerima mereka yang melarikan diri dari perang dan penganiayaan. Walaupun mereka tidak pernah disebut sebagai pengungsi, banyak warga Palestina, Lebanon, dan Yaman yang tinggal di Teluk setelah mengungsi dari konflik di negara mereka sendiri.
“Kuwait telah memberikan izin tinggal jangka panjang bagi 120.000 warga Suriah. Itu berarti, mereka tidak akan dituntut untuk meninggalkan negara itu jika status legalnya berakhir,” ungkap Sultan Sooud al-Qassemi, pengamat Teluk dan Media Labs Director’s Fellow di Massachusetts Institute of Technology, sebagaimana dilansir oleh SMH.
(ameera/arrahmah.com)