JAKARTA (Arrahmah.com) – Penolakan terhadap kehadiran Feminis lesbi Irshad Manji di Indonesia tentu saja membuat sebagian kalangan yang pro terhadap feminisme angkat suara, sebut saja Ulil Absar Abdallah yang juga hadir pada saat dalam acara bedah buku “Allah Liberty And Love” karya Irshad Mandji tersebut (04/05/2012) yang dibubarkan massa menyatakan keprihatinannya. Terlebih vonis kafir yang dilontarkan pihak warga yang tidak setuju dengan kajian ini.
“Kami selalu membuka ruang dialog dengan siapa saja, tapi kalau sudah mengedepankan kekerasan dengan mengatakan orang yang berbeda pendapat dengan mereka adalah kafir ini bukanlah sikap yang intelektual,” jelas aktivis Islam Liberal yang juga anggota dari Partai Demokrat ini.
Tidak jauh berbeda dengan Ulil, Goenawan Muhammad salah satu tokoh yang hadir mengaku kecewa atas batalnya acara diskusi setelah mendapat protes dari warga Pasar Minggu. Menurut Dia, banyak orang kehilangan hak untuk berbicara, hak untuk mendengarkan orang dan hak untuk berkumpul yang tidak dilindungi oleh polisi yang seharusnya melindungi hak asasi manusia di Indonesia.
“Menurut saya biasa saja, karena ini cuma kegiatan peluncuran buku. Seharusnya kalau mau dilarang dilihat dulu apa yang dibicarakan. Bahwa kita tidak setuju dengan Irshad ya biasa saja, sebetulnya perdebatan itu hal biasa, kan sejarah pemikiran Islam perdebatan itu sudah ada sejak abad ke-7 dan perbedaan pendapat itu adalah rahmat. Tapi dalam hal berbicara, kita belum mendengar apa yang dia omongkan, jangan jangan ada yang menarik?,” jelas Gunawan.
Irshad Yang Lebih Dulu Menolak Dialog
Namun, sebelumnya usaha untuk membuka ruang dialog antara Irshad dengan aktivis Islam yang hadir dalam peristiwa Salihara justru ditolak oleh Irshad Manji sendiri. Hal ini terlihat saat Irshad coba melanjutkan kegiatan tanpa pengeras suara. Selain tidak menghargai kondisi yang sedang sensitif, Irshad bukan hanya memancing emosi warga dengan memaksa meneruskan acara disaat negosiasi sedang berlangsung antara warga, pihak kepolisian dan panitia. Tapi Irshad juga menolak usulan seorang audiens yang merasa perlu membuka ruang dialog di kajian tersebut dengan perwakilan aktivis yang menentang kegiatan tersebut.
“Posisi kita sebagai orang yang menghargai kebebasan, mengapa kita tidak mengundang mereka (para pendemo) untuk berdialog secara terbuka, agar mereka juga tercerdaskan dan bisa dewasa dalam memahami kebebasan berpendapat” Jelas salah satu peserta yang tidak diketahui identitasnya mengkritisi Irshad.
Namun usulan tersebut ditolak oleh Irshad, beliau justru mengatakan bahwa pihak yang tidak setuju dengannya bahwa kelompok yang ingin membubarkan acaranya adalah kelompok yang tidak bisa dirubah cara berpikirnya.
“Saya tidak percaya bahwa dialog kita dengan mereka akan merubah cara berpikir mereka. Pikiran mereka telah tercipta seperti itu, pikiran mereka telah terdogma untuk tidak berubah,” bantah Irshad kepada pengusul tersebut.
Irshad justru lebih ingin fokus kepada doktrinasi mengenai motivasi kekuatan ‘cinta’, yang sebenarnya isi dari orasi ‘cinta’nya tidak lebih dari mengajak para peserta untuk berani melawan nilai nilai agama yang murni menuju keberanian hidup yang liberal.
“Kita harus menciptakan keberanian teman – teman kita ini, terutama bagi mereka yang merasakan pertarungan batin dan ingin sekali mengeluarkan kenyakinan dan kebebasan mereka. Tapi mereka tidak tahu caranya, kita perlu menanamkan keberanian, ” begitu ajaknya.
Iqbal, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Aqse Syahid salah satu perwakilan masyarakat ketika dikonfirmasi pada saat kejadian Salihara mengenai kesiapan untuk membuka forum dialog dengan Irshad Manji menyatakan tidak ada masalah untuk berdialog dengan tenang dan terbuka dengan Irshad saat itu.
“Ya nggak ada masalah, kalau mau dialog ayo” Jelas Aqse.
Sehari sesudah kejadian Salihara, di Kantor Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) sendiri, wartawan – wartawan dari Jurnalis Islam Bersatu (JITU) yang hadir menyayangkan sikap panitia yang menutup acara tergesa – gesa, padahal waktu belum menunjukkan pukul 21.00 WIB.
Di Kalibata, diakhir acara terdapat dua penanya yang mengajukan pertanyaan ke Irshad dan para pembicara. Salah satunya adalah Indra Bujana dari JITU. Indra Bujana yang hendak mengkritisi beberapa pemikiran Irshad di kajian tersebut, termasuk beberapa statemen pembicara mengenai kehadiran media – media Islam seperti Sabili, Arrahmah.com, Voa-Islam.com dengan sebutan media propagandis yang fundamental dan mengajarkan doktrin terorisme terpaksa terbatalkan, karena moderator yang sudah mengiyakan tiba – tiba menyatakan acara sudah kehabisan waktu dan ruang diskusi ditutup.
“Ya Saya bingung juga, padahal tadi ketika saya tunjuk tangan, saya sudah di iyakan moderator masuk dalam list antrian penanya, tapi pas giliran saya kenapa tiba tiba dibatalkan dengan alasan waktu sudah habis, padahal waktu masih belum jam sembilan malam” Jelas Indra.
Bukan Umat Yang Tidak Mau Berdialog
Jadi mengatakan Umat Islam tidak mau berdialog dengan Irshad Manji adalah kesalahan besar. Justru sebelumnya harus dipertanyakan kehadiran para promotor yang membawa Irshad Manji ke Indonesia. Mengapa mereka tidak menghadirkan sosok seperti Adian Husaini, Adnin Armas atau tokoh tokoh intelektual muslim untuk bisa jadi cover both side untuk menilai pemikiran Irshad yang selalu mengakui dirinya Islam namun sering mengajarkan hal – hal yang semaunya dan justru bertolak belakang dengan Islam seperti Lesbian dan keberanian mentafsirkan iman tanpa dasar keilmuan dan logika semata.
Kelompok INSIST, JITU, FPI dan Ormas – Ormas Islam lainnyapun siap jika memang dari awal pihak penyelenggara kehadiran Irshad Manji sudah memfasilitasi cover both side para pembicara tidak hanya mengundang pembicara dari kelompok Islam Liberal saja, tapi juga dari kelompok – kelompok yang dicap fundamentalis oleh Irshad Manji untuk berdiskusi terbuka mengenai Keislaman. Jika pada akhirnya fasilitas komunikasi umat untuk berdialog dengan Irshad saja sudah ditutup dari awal, seyogyanya jangan pernah menyalahkan akselerasi akar rumput umat Islam untuk menolak Irshad Manji dengan frontal, ketika dari awal memang ruangan intelektual yang dihadirkan tidak pernah melibatkan wakil – wakil dari apa yang disebut kelompok pendukung Irshad sebagai kaum fundamental.
Padahal kenyataannya bukan Umat yang tidak mau berdialog, tapi Irshad memang tidak mau melakukan itu, karena dia tahu ‘ajaran Islam’ yang dia sebarkan adalah penyesatan semata. Sekali lagi tolong jaga perasaan umat. (bilal/arrahmah.com)
Foto : Di lingkari Jurnalis Islam Indra Bujana