COLOGNE (Arrahmah.com) – Citra pengungsi tercoreng sehubungan dengan kasus pelecehan seksual massal yang terjadi pada Malam Tahun baru di Cologne, Jerman, setelah mereka dituding terlibat dalam insiden tersebut. Dan ternyata dalam laporan terbaru menunjukkan bahwa hanya tiga dari 58 terduga pelaku yang ditangkap yang merupakan pengungsi dari Irak dan Suriah.
Sebagaimana dilansir oleh Independent, Senin (15/2/2016), hanya tiga dari 58 tersangka yang ditangkap sehubungan dengan serangan seksual massal terhadap perempuan di Cologne pada malam tahun baru yang merupakan pengungsi.
Pengungsi telah banyak menjadi target menyusul lebih dari 1.000 laporan pencurian, pelecehan seksual dan pemerkosaan terhadap perempuan di stasiun kereta api pusat Cologne, memicu kritik keras terhadap Angela Merkel atas kebijakan pintu terbukanya terhadap pengungsi.
Pada Ahad (14/2), terungkap bahwa dari mereka yang ditangkap hanya dua orang yang baru saja tiba dari Suriah dan satu orang dari Irak.
Sebagaimana yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum Cologne Ulrich Bremer bahwa ketiga orang tersebut terdiri dari dua warga Suriah dan seorang warga Irak. Mereka tergabung dalam imigran yang baru datang ke Jerman.
Insiden ini menuai protes besar-besaran dari rakyat Jerman setelah tersebar rumor bahwa pelaku pelecehan massal itu dilakukan oleh pengungsi Timur Tengah.
Bremer menegaskan bahwa tuduhan terhadap pengungsi dalam kasus pelecehan seksual di Cologne itu tidak tepat karena kebanyakan pelaku bukanlah pengungsi.
Berbicara kepada surat kabar Jerman Die Welt, Bremer juga menegaskan bahwa dari 1.054 pengaduan yang diterima, 600 berkaitan dengan pencurian, bukan pelecehan seksual.
Belum ada satupun dari para terduga pelaku yang didakwa, terutama karena minimnya bukti. Rekaman CCTV berdurasi 600 jam tidak menunjukkan bukti penguat keterlibatan para pengungsi.
Kepala Polisi Cologne Jurgen Mathies mengatakan bahwa teknik menggiring wanita dan memisahkan mereka dari rombongan tidak datang dari negara-negara para pengungsi yang menurutnya “tidak akrab dengan perilaku seperti itu.”
Seorang pengamat Timur Tengah Nabila Ramdani dalam tulisannya di The Independent mengatakan bahwa kasus pelecehan seksual menjadi cara untuk mendiskreditkan para imigran Muslim dan menyebar ketakutan terhadap mereka di Eropa, selain ekstremis, bahkan tanpa perlu bukti hukum, hanya rumor di media sosial.
Sejak peristwa serangan itu, kelompok ekstrimis sayap kanan di Jerman, PEGIDA, telah memanfaatkan situasi ini untuk membangun perasaan tidak percaya terhadap pengungsi.
PEGIDA menggunakan peristiwa serangan yang terjadi Malam Tahun Baru itu untuk menggelar pawai anti-imigrasi massal di seluruh Eropa
(ameera/arrahmah.com)