JAKARTA (Arrahmah.com) – Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto menyatakan pihaknya sama sekali tidak pernah melakukan penelitian terkait dengan polemik adanya 41 Mesjid di lingkungan pemerintahan (BUMN) yang terpapar radikalisme.
Data itu diperolehnya dari hasil survei lembaga Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat Nahdlatul Ulama (P3M NU) terhadap aktivitas khotbah di lingkungan mesjid yang berada di lingkungan pemerintahan.
“Jadi ini perlu saya klarifikasi, survei itu dilakukan oleh P3M NU yang hasilnya disampaikan kepada BIN sebagai early warning dan ditindaklanjuti dengan pendalaman dan penelitian lanjutan oleh BIN,” kata Wawan di Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (20/11/2018), lansir VIVA.
Menurutnya, ini merupakan upaya BIN untuk memberikan peringatan dini dalam rangka meningkatkan kewaspadaa, serta menjaga sikap toleran.
“Jadi sekali lagi ini merupakan upaya BIN untuk memberikan early warning dalam rangka meningkatkan kewaspadaan, tetap menjaga sikap toleran dan menghargai kebhinnekaan,” ujarnya.
Wawan mengungkapkan, pihaknya bersama kementerian/lembaga terkait tengah melakukan pemberdayaan para mubaligh atau da’i yang selama ini terindikasi terpapar “radikalisme” untuk dapat memberikan ceramah yang “menyejukkan” dan mengkonter paham “radikal” di masyarakat.
Lebih lanjut Wawan mencoba meluruskan pernyataannya bahwa yang dimaksud itu bukan masjidnya, tapi penceramah-penceramahnya.
“Jadi ini perlu saya tegaskan, bukan mesjidnya yang terpapar radikalisme ya, tapi penceramah-penceramahnya. Makanya kita melakukan pembinaan kepada para penceramah-penceramah itu,” jelasnya.
“Jumlahnya lumayan, sekitar 50 penceramah yang masuk kategori terpapar radikalisme. Ini kita lakukan pembinaan bersama Kementerian Agama, MUI, dan lainnya,” tandasnya.
(ameera/arrahmah.com)