JAKARTA (Arrahmah.com) – Upik Pagar alias Anas salah satu peserta i’dad askary (pelatihan ala militer) harus menerima kenyataan pahit. Ia diputuskan bersalah dianggap terlibat terorisme dan harus meringkuk di penjara selama empat tahun.
“Terdakwa telah melanggar Pasal 15 Juncto Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Tahun 2003 dengan hukuman penjara empat tahun dikurangi selama masa tahanan dan denda perkara Rp. 5000 dibebankan kepada terdakwa,” kata Hakim Ketua, Longser Sormin saat membacakan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (4/2/2013).
Hakim menilai, Upik Pagar dianggap terbukti terlibat dalam tindak pidana terorisme yaitu terlibat syari’at i’dad askary seperti keterangan dari beberapa saksi yang dihadirkan ke muka sidang.
“Terdakwa atas nama Supriyadi alias Upik Pagar alias Anas terlibat dalam pelatihan militer bersama dengan Santoso, terdakwa juga terlibat dalam penggunaan senjata api saat pelatihan, dan terlibat dalam persiapan penembakan terhadap anggota kepolisian di Bank BCA Cabang Palu serta penitipan senjata oleh Santoso. Untuk itu unsur kejatahan telah terpenuhi secara meyakinkan dalam diri terdakwa,” ungkap hakim.
Dalam putusannya, Hakim juga memasukan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.
“Terdakwa tidak mendukung program pemerintah tentang pemberantasan tindak pidana terorisme dan terdakwa telah mengganggu stabilitas keamanan Negara. Adapun yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, berlaku sopan selama proses persidangan, dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya,” tuturnya.
Atas putusan hakim tersebut, terdakwa menyatakan menerimanya.
“Saya menerima putusan ini,” ungkap terdakwa Upik Pagar.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam nota pembelaannya, Supriyadi alias Upik Pagar yang diwakili oleh kuasa hukumnya menyatakan bahwa dirinya tidak terbukti secara meyakinkan turut terlibat dalam tindak pidana terorisme seperti yang dimuat dalam dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
“Terdakwa atas nama Supriyadi alias Upik Pagar tidak mengetahui penembakan terhadap anggota kepolisian yang terjadi di Bank BCA Cabang Palu beberapa tahun lalu. Adapun berkenaan dengan pelatihan di Tamanjeka, Poso yang menggunakan senjata api hanya belajar menembak dan setelah itu terdakwa belum menentukan target dan sasaran tertentu sehingga tidak layak apabila terdakwa dijerat dengan Pasal terorisme,” kata kuasa hukum terdakwa, Nurlan, saat membacakan nota pembelaan dalam persidangan, Jakarta, Kamis (31/01).
Terkait dengan penitipan senjata api oleh Santoso, kata Nurlan, hal itu dilakukan semata-mata karena terdakwa meyakini hanya untuk berjaga-jaga apabila umat muslim di Poso kembali dianiaya dan diserang seperti kejadian di masa lalu.
“Sehingga terdakwa tidak bisa dijerat dengan menggunakan Pasal 15 Junto Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Tahun 2003,” cetusnya.
Karenanya, Nurlan pun meminta agar majelis hakim memberi vonis kepada terdakwa dengan hukuman seringan-ringannya berhubung terdakwa juga menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
“Cukup terdakwa dijerat dengan Pasal 1 Nomor 12 Undang-Undang Darurat Tahun 1951 berkenaan dengan penguasaan senjata api,” mohonnya. (bilal/SI/arrahmah.com)