LONDON (Arrahmah.id) — Lima anggota pasukan khusus Inggris SAS telah ditangkap oleh polisi militer Inggris karena melakukan kejahatan perang saat melakukan operasi di Suriah.
Dilansir The Guardian (5/3/2024), Kementerian Pertahanan mengatakan pihaknya tidak akan memberikan komentar langsung mengenai penyelidikan tersebut namun sumber-sumber pertahanan mengindikasikan bahwa laporan penangkapan tersebut adalah akurat.
Seorang juru bicara Kementerian Pertahanan mengatakan: “Kami menjaga personel kami dengan standar tertinggi dan setiap tuduhan pelanggaran akan ditanggapi dengan serius. Jika diperlukan, tuduhan kriminal apa pun akan dirujuk ke polisi untuk diselidiki.”
Kasus terhadap kelima orang tersebut berkisar pada dugaan pembunuhan terhadap seorang warga di Suriah yang terbunuh dalam operasi dua tahun lalu.
Diduga kelima orang tersebut menggunakan kekuatan yang berlebihan dalam insiden tersebut, meskipun mereka yang terlibat menyangkal hal ini dengan alasan orang yang meninggal tersebut merupakan ancaman yang sah untuk dibunuh.
SAS telah aktif dikerahkan di Suriah selama dekade terakhir, terlibat secara diam-diam dalam perang melawan kelompok militan Islamic State (ISIS) dan mendukung milsi Pasukan Demokratik Suriah, sekutu Kurdi di barat yang berbasis di timur laut negara tersebut.
Identitas tentara yang dituduh tidak diketahui publik, dan kemungkinan besar anonimitas mereka akan dipertahankan jika ada proses pengadilan militer.
Berbasis di Hereford, SAS biasanya beroperasi dengan sangat rahasia dan siap melakukan misi berisiko di belakang garis dan di lokasi di mana Inggris tidak secara resmi mengakui kehadiran militer.
Para menteri dan pejabat di pemerintahan menolak memberikan komentar mengenai aktivitas mereka, bahkan jika aktivitas mereka tidak dicatat, sebuah praktik yang diperkenalkan sejak tahun 1980an. Perwira paling seniornya, direktur pasukan khusus, hanya bertanggung jawab kepada menteri pertahanan dan perdana menteri.
Amnesty International mengatakan tuduhan kejahatan perang harus diselidiki sepenuhnya.
“Secara prinsip, sangat penting bagi semua anggota angkatan bersenjata Inggris untuk bertanggung jawab sepenuhnya di hadapan hukum,” kata Kristyan Benedict, manajer tanggap krisis di kelompok hak asasi manusia. (hanoum/arrahmah.id)