MOSKOW (Arrahmah.id) — Rusia telah memblokir akses ke Twitter dan Facebook dikarenakan terlalu banyak gambar disebar terkait tentaranya yang tewas dan serangannya yang hancur di kedua platform itu. Selain juga sebagai pembalasan karena kedua platform itu membatasi media milik negara, menurut kantor berita milik negara RIA.
Facebook dan platform saudaranya Instagram telah menghapus media Russia Today (RT) dan Sputnik dari platform mereka di Uni Eropa pekan ini.
Pengawas Roskomnadzor mengatakan, seperti dilansir The Guardian (4/3/2022), ada 26 kasus diskriminasi terhadap media Rusia oleh Facebook termasuk Russia Today dan kantor berita RIA sejak Oktober 2020.
Pekan lalu regulator Rusia telah mengumumkan pemblokiran “sebagian” Facebook karena jejaring sosial telah melanggar “hak dan kebebasan warga negara Rusia”.
Menanggapi pemblokiran, Nick Clegg, presiden urusan global di induk Facebook, Meta, mengatakan pemblokiran platform akan memutus “jutaan orang Rusia biasa” dari informasi yang dapat dipercaya, menghalangi mereka berkomunikasi dengan teman dan keluarga, dan berarti mereka “dibungkam dari berbicara”.
“Kami akan terus melakukan segala yang kami bisa untuk memulihkan layanan kami sehingga mereka tetap dapat mengekspresikan diri dan mengatur tindakan dengan aman.”
Meta mengatakan bahwa mereka memblokir RT dan Sputnik di Inggris. Hal itu mengikuti permintaan dari sekretaris budaya, Nadine Dorries, dalam surat sehari sebelumnya ke TikTok, Twitter, dan Meta.
“Awal pekan ini, kami mengumumkan bahwa kami akan membatasi akses ke RT dan Sputnik di seluruh Uni Eropa. Konsisten dengan tindakan itu, dan mengikuti permintaan dari pemerintah Inggris, kami juga akan membatasi akses ke RT dan Sputnik di Inggris saat ini,” kata juru bicara Meta.
Meta mengumumkan pada hari Senin bahwa mereka telah menghapus jaringan disinformasi yang menargetkan orang-orang di Ukraina. Jaringan ini terdiri dari sekitar 40 akun, halaman, dan grup di Facebook dan Instagram.
Dalam sebuah posting blog, Nathaniel Gleicher dan David Agranovich, masing-masing kepala kebijakan keamanan dan direktur gangguan ancaman Meta, mengatakan bahwa jaringan tersebut dijalankan dari Rusia dan Ukraina. (hanoum/arrahmah.id)