JAKARTA (Arrahmah.id) – Fraksi PKS menolak Rancangan Undang-Undang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (PDKJ) saat pengambilan keputusan di Baleg DPR RI. PKS menjelaskan alasannya menolak rancangan undang-undang tersebut.
Anggota Baleg DPR RI Fraksi PKS Hermanto menjelaskan salah satu alasannya, yakni pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta dibahas terlalu tergesa-gesa dan terkesan ugal-ugalan. Dia khawatir hal itu akan berpotensi menimbulkan permasalahan.
“Fraksi PKS berpendapat RUU Daerah Khusus Jakarta yang tergesa-gesa dan terkesan ugal-ugalan yang seharusnya lebih dahulu ada sebelum UU Ibu Kota Negara (UU IKN) berpotensi menimbulkan banyak permasalahan karena penerapan UU Pemerintah Daerah Khusus Jakarta membutuhkan penyesuaian dan masa transisi yang panjang,” kata Hermanto saat memaparkan pandangan mini fraksi, di ruang rapat Baleg DPR, Senin (4/12/2023).
Kemudian, dia menyebut ada 2 materi di UU IKN yang berhubungan dengan UU Daerah Khusus Jakarta setelah tidak menjadi ibu kota. Menurutnya, RUU Daerah Khusus Jakarta belum mengakomodasi hal itu.
“Dalam Pasal 41 UU IKN berhubungan dengan penyusunan UU yang mengatur Daerah Khusus Jakarta setelah tidak jadi ibu kota. Pertama batas waktu penyusunan RUU Jakarta, kedua pengaturan kekhususan Jakarta pasal 41 ayat 2 mengatur bahwa paling lama 2 tahun sejak UU ini diundangkan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai ibu kota NKRI diubah sesuai dengan ketentuan dalam UU ini,” jelasnya.
Selanjutnya Pasal 41 ayat 4 mengatur pengubahan UU sebagaimana dimaksud pada ayat 2, mengatur kekhususan Jakarta. Terkait batasan waktu, muncul pertanyaan mampukah DPR bersama Pemerintah dan DPD menyelesaikan penyusunan RUU Jakarta tepat waktu. UU IKN diundangkan pada 15 Februari 2022, sehingga apabila mengacu pada Pasal 41 ayat 2, maka batas waktu penyusunan RUU Jakarta paling lama tanggal 14 Februari 2024, problematika waktu yang mendesak apalagi dalam tahun politik tentu membahayakan bagi Jakarta tentu dengan berbagai kompleksitas permasalahannya,” lanjut dia.
Hermanto juga menyebut pihaknya merasa pembentukan RUU Daerah Khusus Jakarta ini juga belum melibatkan partisipasi masyarakat. Padahal, kata dia, partisipasi masyarakat diatur dalam UU nomor 13 tahun 2022.
“Fraksi PKS berpendapat bahwa RUU belum melibatkan partisipasi masyarakat yang bermakna meaningful participation. Dalam penjelasan UU nomor 13 tahun 2022 dinyatakan bahwa penguatan keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna dilakukan secara tertib dan bertanggung jawab dengan memenuhi 3 syarat, yakni hak untuk didengarkan pendapatnya, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya dan ketiga hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas jawaban yang diberikan,” tuturnya.
Hermanto menyampaikan bahwa PKS merasa RUU Daerah Khusus Jakarta dibahas dalam waktu yang sangat sempit. Dia mengungkit pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja dan UU IKN.
“Fraksi PKS berpendapat bahwa memaksakan pembahasan dalam waktu yang sangat sempit selain mempertaruhkan substansi pengaturan, juga akan berdampak pada terbatasnya waktu bagi masyarakat berpartisipasi dalam proses penyusunan Undang-Undang Jakarta, ketiadaan dan rendahnya partisipasi masyarakat akan menyebabkan lemahnya legitimasi Undang-Undang tersebut. Proses UU Cipta Kerja dan proses UU IKN menjadi contoh proses yang terburu-buru dalam waktu yang singkat serta minim partisipasi berpengaruh pada rendahnya kualitas Undang-Undang,” tegasnya.
“Beberapa RDPU yang diselenggarakan kurang menghadirkan pihak-pihak yang lebih pesimis terhadap kondisi Jakarta pasca pemindahan ibu kota negara. Sudut pandang ini penting dihadirkan agar bisa lebih komprehensif dalam penyusunan,” jelasnya.
(ameera/arrahmah.id)