YOGYAKARTA (Arrahmah.com) – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Kapolri Jenderal Sutarman untuk melakukan pengamanan maksimal dalam even perayaan Natal dan tahun baru kali ini. Sikap ini diambil sebagai pengamanan terkait ancaman serangan bom di beberapa daerah yang diprediksi menjadi target operasi para teroris, antara lain Jakarta, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.
Rencana aksi ini ditanggapi sebagai sikap pemerintah yang arogan dan over acting oleh Majelis Mujahidin. Dalam rilisnya yang diterima redaksi pagi ini, Majelis Mujahdin menyebut keberatan tersebut.
“Setiap tahun pemerintah selalu over acting melakukan pengamanan perayaan Natal, suatu tradisi yang tidak dilakukan pada Hari Raya Idul Fithri maupun Idul Adha. Apakah pemerintah sengaja melestarikan stigma negatif, seolah umat Islam menjadi ancaman laten bagi penganut agama lain di Indonesia?”
Selain itu Majelis Mujahidin juga mencium aroma adu umat Islam dengan kaum kafir dan aparat yang dilakuan oleh rezim. Untuk itu Majelis Mujahidin meminta pemerintah untuk menghentikan provokasi intelijen terhadap umat Islam dalam konteks pengamanan Natal dan tahun baru yang ove acting tersebut.
“Hentikan provokasi intelijen terhadap umat Islam, terutama mereka yang berniat melakukan apel siaga menjelang Natal dan Tahun Baru. Hal itu dikhawatirkan rekayasa intelijen untuk mengadu domba umat Islam dengan umat agama lain, atau mengadu domba umat Islam dengan aparat kemanan.”
Berikut isi selengkapnya pernyataan sikap Majelis Mujahidin menyikapi arogansi pengamanan Natal, yang diterima redaksi Senin (16/12/2013).
Pernyataan sikap Majelis Mujahidin
Arogansi pengamanan Natal
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mengaku mendapatkan laporan dari Kapolri adanya elemen-elemen yang mengancam perayaan Natal dan tahun baru di tempat-tempat tertentu, dan memerintahkan pada Kapolri untuk melakukan pengamanan maksimal.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Polisi Sutarman mengatakan telah menyiapkan berbagai langkah antisipasi pengamanan terkait ancaman serangan bom di beberapa daerah yang diprediksi menjadi target operasi para teroris, antara lain Jakarta, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.
Setiap tahun pemerintah selalu over acting melakukan pengamanan perayaan Natal, suatu tradisi yang tidak dilakukan pada Hari Raya Idul Fithri maupun Idul Adha. Apakah pemerintah sengaja melestarikan stigma negatif, seolah umat Islam menjadi ancaman laten bagi penganut agama lain di Indonesia?
Sekalipun dengan alasan melindungi kaum minoritas, tradisi diskriminatif pemerintah dan aparat keamanan tidak boleh mendiskreditkan umat mayoritas di negeri ini. Oleh karena itu Majelis Mujahidin menghimbau:
1. Polisi tidak perlu bersikap arogan dalam pengamanan Natal, dengan mengerahkan ribuan polisi, terkesan sengaja memosisikan umat Islam sebagai ancaman bagi umat agama lain, dan mencurigai umat Islam untuk melakukan teror.
2. Hentikan provokasi intelijen terhadap umat Islam, terutama mereka yang berniat melakukan apel siaga menjelang Natal dan Tahun Baru. Hal itu dikhawatirkan rekayasa intelijen untuk mengadu domba umat Islam dengan umat agama lain, atau mengadu domba umat Islam dengan aparat kemanan.
3. Menyeru kaum Muslimin untuk tidak melakukan gangguan dalam bentuk apapun terhadap kegiatan Hari Raya agama lain, demi mengamalkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an:
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Hamba-hamba Allah Yang Mahabelas kasih, tidak mau menghadiri atau menyaksikan upacara agama kaum musyrik. Jika mereka melewati tempat yang sedang digunakan untuk upacara agama oleh kaum musyrik, mereka segera berlalu dengan sikap yang baik.” (Qs. Al-Furqan, 25: 72)
Demikian himbauan ini disampaikan, semoga mendapatkan perhatian semestinya, baik dari pemerintah maupun umat Islam.
Jogjakarta, 12 Safar 1435 H/15 Desember 2013 M
Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin
Irfan S Awwas M. Shabbarin Syakur
Ketua Sekretaris Umum
Menyetujui
Amir Majelis Mujahidin
Al-Ustadz Muhammad Thalib
(azm/arrahmah.com)